Beberapa hari sebelum berangkat ke Turkey saya menyempatkan berkunjung ke Sekolah Luar Biasa yang sebenarnya tidak jauh dari RCQ [Rumah Cerdas Qur'ani] tempat saya mengajar. Berulangkali bermaksud mampir dan ingin bertemu adik-adik di sana. Setiap pagi dan jam istirahat saya terbiasa lewat di depan kantin SLB ini. Sering sejenak mencuri pandang pada sekumpulan adik-adik SLB yang tengah duduk di depan kantin saling tersenyum dan seperti sedang bercakap antara mereka. Akan tetapi percakapan yang tanpa suara. Percapakan yang tanpa bunyi. Mereka bercakap satu sama lain menggunakan bahasa isyarat tubuh. Masya Allah.
Tapi entah mengapa tidak juga kesampaian untuk mampir, sampai akhirnya sebuah acara yang diselenggarakan oleh Pihak Sekolah menerima kunjungan study banding dari SLB Malaysia, Kuala Lumpur. Dalam agenda tersebut pihak sekolah mengundang AL-ARDVICI agar mengadakan bazar produk tradisional. Kebetulan Rengke-rengke Al-Ardvici mengelola produk-produk hasil prakarya masyarakat pedalaman Jambi.
Alhamdulillah akhirnya berkesempatan hadir dalam acara tersebut, tidak hanya mengikuti bazar penyediaan cindera mata bagi tamu-tamu, akan tetapi juga berkesempatan keliling sekolah dan bertemu adik-adik berkebutuhan khusus. Itu berbeda dan spesial bagi saya. Bertemu dan ngobrol bareng dengan orang tua anak-anak secara langsung. Meski saya lebih banyak menyimak dan menjadi pendengar yang baik. Mendengarkan dan memperhatikan betapa sabar dan sayangnya para orang tua ini. Mengasuh anak-anak mereka yang berkebutuhan khusus. Menanti mereka melakukan terapi bersama guru psikoterapi dan menemani belajar. Tidak terbayang berapa milyar kesabaran yang mereka persembahkan untuk anak-anak mereka. Pemandangan yang saya lihat adalah para orang tua yang berbesar hati atas qada dan qadar Allah. Mereka terlihat begitu tenang dan tidaklah cemas terhadap masa depan anak-anak mereka. Aku betul-betul belajar hari itu. Bahwa "setiap anak adalah istimewa."
***
Setiap anak memiliki keistimewaan tertentu. Mungkin tidak semua orang tua mampu menyadari dan melihat itu. Orang tua cenderung hidup dalam tuntutan ego yang menginginkan dan mengharapkan anak-anak mereka tumbuh dan hidup sesuai keinginan dan kepentingan orang tua. Membatasi anak dalam tataran cita-cita dan imajinasi anak. Orang tua membuat sekat dan kotak bahwa cita-cita hanyalah terdiri dari kata dokter, enginering, atau pegawai negeri. Seolah dunia hanya terdiri dari ruang berhitung, hafalan sejarah, tumpukan lembar kerja siswa dan puluhan aktifitas yang menguras dan menghilangkan cita-cita dan membatasi dunia perkembangan usia anak itu sendiri. Orang tua yang memaksakan anak-anaknya memegang pensil dan mulai menghitung dalam skala rumit pada masa usia dimana seharusnya mereka belajar mencampur warna. Memaksa mereka menghafal daftar sejarah dan berbagai rumus dan theory pada usia dimana seharusnya anak belajar menangkap kupu-kupu dan melipat kertas.
Secara praktis memang saya belum mahir. Karena belum menjadi orang tua. Akan tetapi fakta menunjukkan bahwa sebagian besar siswa saya mengeluhkan hal ini. Beberapa tahun lalu saat saya menempuh pendidikan jenjang S1 di Universitas Jambi saya mengajar beberapa skala jenjang pendidikan. Mulai dari mengajar kursus dan mengambil kelas usia dini, usia 5-8 tahun, hingga mengambil kelas jenjang usia SMA dan PT. Juga beberapa kelas mengasuh PT, kelas Homeschooling, kelas private dan praktik mengajar lapangan dari jenjang SLTP kelas 1-3 dan jenjang SLTA 1-3 selama 6 bulan untuk PPL.
Setelah beberapa tahun mengajar aneka ruang dan aneka usia yang bervariasi ini saya memperhatikan permasalahan yang hampir sama yang di hadapi oleh sebagian besar anak-anak didik saya. Pada pekan awal pertemuan hampir sebagian besar anak-anak tidak memiliki ketertarikan dengan aktifitas belajar. Dan nyaris semua mengatakan bahwa mereka tidak menyukai belajar bahasa. Ada apa? Bukankah belajar bahasa itu menyenangkan? Alasan mereka sederhana, mereka mengikuti kursus karena tuntutan PR Bahasa Inggris sekolah yang berat, sehingga orang tua meminta dan memaksakan mereka dengan mengikuti kelas-kelas kursus. Sebagian besar murid-murid saya mengatakan bahwa Bahasa Inggris itu sulit dan menakutkan. Saya memperhatikan betapa stressnya mereka menghadapi kelas pada awal pertemuan. Seperti tidak ada kegembiraan pada kelas Bahasa. Sementara orang tua mereka memaksa mereka untuk sekolah dan menghadapi tugas-tugas dan PR yang tidak terbantahkan. Lalu apakah ada yang salah jika orang tua memaksa mereka untuk bersekolah? Bukankah itu baik untuk masa depan mereka?
Titik poin dalam tulisan saya kali ini adalah bukan pada persoalan salah atau tidak salahnya orang tua mengirimkan anak-anak ke sekolah. Tentu pendidikan merupakan batu pondasi yang tidak kalah penting dalam mengembangkan potensi anak. Mengingat pendidikan dalam jangka waktu yang lama merupakan media yang efektif untuk mengarahkan, mengembangkan dan meningkatkan potensi anak. Titik poin di sini adalah bagaimana orang tua menjadikan pendidikan anak menjadi metode jitu dalam pencapaian pengembangan potensi anak. Bukan sebaliknya sekolah menjadi beban berat bagi anak. Menjadi tempat yang membuat anak-anak menjadi stress dan takut.
Tulisan saya kali ini saya fokuskan pada pendidikan anak usia dini. Yaitu usia 0-8 tahun. Dimana fase ini merupakan fase usia perkembangan anak usia dini. Fase usia kesempatan orang tua untuk melihat dimana potensi anak-anak mereka. Dengan demikian orang tua dapat dengan mudah mengarahkan anak-anak sesuai potensi anak. Kemampuan orang tua dalam melihat potensi anak menjadi penting dalam poin tulisan ini. Meski secara praktis saya belum bisa mendefinisikan secara praktik, karena memang belum menjadi orang tua.
Kejelian orang tua dalam menerjemahkan setiap perilaku anak akan membantu dalam memahami bakat dan potensi anak. Cara sederhana dalam menerjemahkan potensi anak adalah dengan melihat hobi dan kecenderungan anak. Apa yang menjadi kesenangan anak, kegiatan apa yang sering mereka lakukan dalam waktu yang berulang-ulang tanpa jenuh. Aktifitas apa yang menjadi kecenderungan anak. Dari pengamatan tersebut orang tua bisa bisa mengarahkan dan mengembangkan potensi anak dengan membidik melalui kegemaran dan kecenderungan anak. Pengembangan potensi anak yang dilakukan berdasarkan minat dan kegemaran akan membantu mempercepat dalam menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan potensi anak. Pertanyaannya lalu bagaimana dengan anak-anak berkebutuhan khusus? Bagaimana melakukan analisa terhadap potensi mereka? Bagaimana mengetahui bahwa anak memiliki hobi tersebut?
Untuk kasus anak-anak berkubutuhan khusus orang tua bisa memberikan rangsangan kepada anak melalui aktifitas bermain keseharian. Seperti apakah anak tertarik dengan bermain cat warna, menyukai bermain air, menyukai bermain kertas, komputer, menyentuhalat musik, mendengarkan musik, murattal, dan sebagainya. Hal ini bisa membantu orang tua dalam melihat setiap potensi yang dimiliki oleh anak. Walau bagaimana pun setiap anak memiliki bakat dan kecenderungan. Maka setiap orang tua adalah guru bagi anak-anak mereka. Orang tua adalah konselor bagi anak-anak mereka. Adalah trainer bagi penjagaan motivasi anak. Sehingga anak akan tumbuh dengan riang gembira. Berkembang potensi sesuai dengan hobi dan kegemaran. Maka tidak ada istilah anak bodoh atau anak tidak berpotensi. Karena bisa jadi -keterpurukan- anak justeru karena tindakan yang kita lakukan kepada anak-anak kita. Bagaimana pun anak -anak adalah sama halnya dengan manusia dewasa. Anak membutuhkan orang lain untuk dapat membantu mengembangkan kemampuannya, karena mereka lahir dengan segala kelemahan sehingga tanpa orang lain anak tidak mungkin dapat mencapai taraf kemanusiaan yang normal. Dalam http://www.duniapsikologi.com definisi anak dari sisi tinjauan sosial merupan makhluk sosial. Anak membutuhkan pemeliharaan, kasih sayang dan tempat bagi perkembangannya. Anak juga mempunyai perasaan, fikiran, kehendak tersendiri yang kesemuanya itu merupakan totalitas psikis dan sifat-sifat serta struktur yang berlainan pada tiap-tiap fase perkembangan pada masa kanak-kanak. Yah kesimpulan dari tulisan saya yang singkat dan sederhana ini adalah yakinlah bahwa setiap anak adalah istimewa.
عَظِيمٌ جْرٌأَ عِندَهُ
اللَّهَ أَنَّوَ فِتْنَةٌ أَوْلَادُكُمْوَ
أَمْوَالُكُمْ أَنَّمَا وَاعْلَمُوا
Artinya :”Dan ketahuilah bahwa
hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya disisi
Allahlah pahala yang besar.” (QS.al-Anfal ayat 28).
wallahu 'alam bisshowab
Semoga Bermanfaat, Salam..
Sakura RT, Turkey 19 November 2013
No comments:
Post a Comment