Reminder

"Beri aku pelajaran TERSULIT, aku akan BELAJAR" Maryamah Karpov

Wajahku sujud kepada Allah yang menciptakannya, dan yang membuka pendengaran dan penglihatannya

Dengan daya dan kekuatan dari-Nya, maka Maha Suci Allah, Sebaik-baik pencipta

(Tilawah Sajadah)

Monday, December 21, 2015

Sebuah Romantika; Balada bagi yang tengah jatuh hati

Bismillahirrahmanirrakhim


Tidak terlihat matahari memancar terang dari ujung pucuk pohon gugur hari ini. Tidak pula gaduh suara tetangga apartemen bawah yang sering meramaikan suasana pagi, siang mau pun petang. Keadaan terasa sedemikian tenang. Hari yang bagus untuk membaca buku, atau menjelajahi angka-angka perhitungan yang pada akhirnya mampu menjebolkan daya tahan imun tubuh. Telak! Ambruk...apalagi dengan musim bersuhu mendekati minus, tubuh asia akan mudah terkena batuk, flu, dan semacamnya. Paling tidak sudah lebih baik dan tidak mimisan seperti pada tahun-tahun sebelumnya.

***

Ah...pendahuluan yang bertele-tele :p. Menulis walau bagaimana pun adalah terapi yang murah, mudah dan sederhana untuk menyibak kabut dan fikiran yang penat, padat. Sama halnya terapi saat seseorang di rundung gelisah karena topik cinta, bukankah mudah melahirkan karya-karya besar saat seseorang berkembang hatinya dengan satu kata ini? Yah..."cinta" 💕

Hahaks...sejak kapan saya begitu bersemangat untuk menulis tentang hal ini. Ah sudahlah, mari kututurkan kilas balik sebuah kisah bertema cinta. ***


Alkisah tersebutlah sebuah nama yang mungkin sedikit asing di telinga kita. Kisah tentang kasmaran yang mendera seorang pemuda berketurunan Turki dan Persia. Pemuda yang sungguh terkemuka dan mashur sosoknya, memiliki banyak guru dan pembimbing kecerdasan fikir dan keindahan budi bahasa. Memiliki hobi mendermakan harta, kemampuan yang tidak diragukan lagi dalam bidang gramatika dan kesusastraan. Alangkah sempurnanya pemuda berdarah dua negara ini.

***

Suatu kesempatan masa pemuda nan alim dan penuh ilmu ini terlibat dalam pergolakan batin kisah cinta yang menjadikannya tergila-gila kepada seorang gadis. Sebuah rasa alami yang timbul pada diri manusia

Ah...rasanya memang semua serba berbeda dan dunia menjadi hanya dua sisi saja ketika kita "jatuh cinta."

Sama halnya dengan pemuda yang penuh ilmu ini, ia terus menerus dilanda kegundahan hati. Suatu malam, di musim dingin yang menggigit ia berjalan meninggalkan rumahnya dan berdiri di bawah jendela kamar kekasihnya, sampai pagi menjelang karena begitu besarnya keinginan untuk melihat kekasihnya walau hanya untuk sekilas saja. 

Sementara salju turun dengan deras, sepanjang malam. Hingga ketika adzan subuh terdengar pemuda itu masih mengira bahwa itu adalah adzan untuk shlat isya.

Fajar pun menyingsing, langit terlihat merekah dari selimut petang. Barulah ia sadar betapa ia sedemikian terlena dan merindukan kekasihnya itu. Pemuda itu memarahi dirinya sendiri "Di malam yang indah seperti ini engkau dapat tegak terpaku sampai pagi hari karena hasrat kerinduanmu itu. Tetapi apabila seorang imam shlat membaca surah panjang engkau menjadi demikian gelisah."

***

Sejak peristiwa itu hatinya menjadi penuh dengan gundukan kegundahan. Kemudia dengan terhantuk-hantuk ia bertaubat dan kembali menyibukkan diri dengan beribadah pada Allah. Sedemikian sempurna kebaktiannya kepada Allah sehingga pada suatu hari ketika ibunya memasuki taman, ia lihat anaknya tertidur di bawah rumpun mawar sementara seekor ular dengan bunga narkisus dimulutnya mengusir lalat yang hendak mengusiknya.

***

Setelah melakukan pertaubatan pemuda itu meninggalkan kota Merv dan menetap di Baghdad untuk beberapa lama, ia bertemu dengan para tokoh sufi. Setelah dari Baghdad ia menuju Mekkah dan kemudian kembali ke kota Merv. Mendirikan sekolah tinggi untuk golongan sunnah dan fiqh.

Suatu hari pemuda ini melalui sebuah tempat, orang-orang mengatakan kepada seorang buta yang ada disitu bahwa pemuda ini sedang melewati tempat itu. "Mintalah kepadanya sesuatu yang engkau butuhkan!" Orang buta itu pun berseru, "ya Abdullah berhentilah." Pemuda yang dipanggil Abdullah itu pun berhenti. " Doakanlah kepada Allah untuk mengembalikan penglihatanku ini." Pemuda itu pun menundukkan kepala lalu berdia. Seketika itu juga orang buta itu dapat melihat kembali. Allahu Akbar!
***

Yah...ialah seorang ahli hadits yang terkemuka. Namanya harum dengan kisah romantik dan perjuangannya melakukan pertaubatan. Ialah ABDULLAH BIN AL-MUBARAK.

Di tulis pada 16 Desember 2015 
(disampaikan pada kulsap ODOJ MJR SJS)

Muslimah dan Pendidikan Sepanjang Hayat

Oleh : Evi Marlina 
(seorang istri & Master Candidate of Educational Psychology, Ankara University - Turkey)


Muslimah dan Pendidikan Sepanjang Hayat
Dua kata ini memiliki kekuatan magnet yang mampu menyuntikkan energi harapan, mengubah haluan, mengokohkan peradaban, dan cita-cita sebuah keluarga, masyarakat pun yang lebih besar dan luas dari itu adalah negara. Muslimah dengan perannya sebagai keran pembuka kunci madrasah kehidupan bagi anak-anak, keluarga dan masyarakat disekelilingnya memiliki fungsi dan kedudukan yang signifikan dalam mendorong, menginspirasi, memberikan gagasan serta kiprah amalnya di tengah lautan dinamika masyarakat. Muslimah dengan karakter keibuan dan fitrahnya sebagai ibu mampu memainkan peran sebagai cahaya pelita berbagai problematika kehidupan.
Predikat sebagai muslimah adalah predikat sekaligus prestasi besar yang melekat pada seorang wanita muslim. Dalam predikat ini melekat nilai-nilai, aturan, akhlak, dan semua keindahan perilaku yang terbingkai dengan gelarnya sebagai muslimah. Menjadikan seorang muslimah mulia dan bermartabat. Menjadi kunci dan senjata utama bagi muslimah dalam mengontrol tutur kata, pemikiran, tulisan, tingkah laku dan pada semua aspek kehidupannya. Demikianlah Allah dan Islam telah menempatkan kedudukan wanita muslim. Mengangkat pada derajat yang membuatnya menjadi tinggi dan mulia. Maka terlahir menjadi muslimah adalah prestasi yang tidak ternilai sebagai bekal mengarungi perubahan arus zaman.
Muslimah serta peran yang melekat padanya sebagai madrasah bagi keluarga dan masyarakat membutuhkan instrument perangkat yang akan membantunya menjalankan fungsi mulia tersebut. Islam secara nyata telah memberikan panduan berupa Al-Qur’an dan Hadits yang akan menuntunnya menjalankan peran-peran besar. Salah satu perangkat yang harus digunakan untuk memperoleh dan menyempurnakan kapasitas pemahaman adalah dengan melakukan tholabul ‘ilmi. Menggali dan memperdalam keilmuan yang akan mengangkat derajatnya pada hakikat kemuliaan yang haqiqi. Menggali ilmu agama sebagai bekal dasar yang akan membuatnya kokoh dalam proses menggali ilmu Allah yang jumlahnya tanpa batas, sesuai dengan bidang ilmu yang ia gemari; pendidikan, keagamaan, ketrampilan, olahraga, konseling, kedokteran, kewirausahaan, teknologi, psikologi, filsafat, sastra, komunikasi, ekonomi, astronomi dan lain sebagainya. Lebih jauh lagi dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Dr. Stoet, kesimpulan penemuan penelitiannya mendukung gagasan bahwa rata-rata kaum wanita memiliki kemampuan multi-tasking lebih baik dari kaum laki-laki dalam beberapa tipe multi-tasking  (Stoet, Gijsbert. 2013). Tentu saja wanita dengan kemampuan multi-tasking yang ada pada dirinya ini merupakan karunia Allah yang menjadi nilai tambah keunggulan istimewa bagi muslimah dalam mengakselerasi kapasitas intelektual/ tholabul ilmi.
Semakin dalam ilmu yang ia gali akan semakin besar pula kesempatan baginya menjadi guru-guru besar bagi keluarganya, bagi anak-anaknya, dan bagi masyarakat disekelilingnya. Semakin tajam dan luas pengetahuan yang ia miliki semakin besar pula kesempatan baginya menjadi referensi dan rujukan masyarakat dalam menyelesaikan persoalan yang muncul di tengah masyarakat luas. Menjadi obat penawar dan solusi kreatif dengan keilmuan yang ia miliki. Lebih jauh dari fungsi itu, semakin kokoh pulalah peran muslimah menjadi pondasi dan guru-guru bagi lingkungnnya.
Derasnya gelombang arus perubahan zaman menuntut muslimah mengambil peran lebih besar dalam tataran global. Kehidupan masyarakat yang ada disekelilingnya merupakan sebuah universitas alam raya dengan corak dan karakter tantangan yang berbeda. Beragam keadaan secara tidak langsung telah mendidik muslimah dalam mengimplementasikan keilmuan ibadah praktis yang lebih luas dan umum. Kehidupan masyarakat menjadi sumber-sumber ladang ilmu bagi muslimah dalam kajian praktis menghadapi tantangan perbedaan lintas budaya, agama, ras, suku, bahasa, adat kebiasaan mau pun keyakinan terhadap Tuhan. Tantangan ini menjadi berlapis-lapis paket ilmu bagi muslimah dengan panduan pemahaman yang baik terhadap fungsinya sebagai pemegang predikat muslimah. Bagaimana ia berupaya mengimplementasikan perannya di tengah-tengah universitas alam raya. Sebagai dirinya sendiri, sebagai istri, sebagai ibu, sebagai masyarakat, sebagai pendidik atau sebagai pemimpin dan penggerak ditengah lingkungannya. Rasulullah bersabda: “Wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan akan dimintai pertanggungjawabannya tentang yang dipimpinnya.”
Pendidikan sepanjang hayat menjadi sebuah tuntutan yang harus dipenuhi guna mempersiapkan generasi-generasi yang siap menghadapi ketidakpastian masa depan dengan segala tantangannya. Predikat sebagai muslimah dengan bekal pemahaman agama yang baik, kokoh dan matang menjadi akar pondasi utama muslimah untuk berperan di kancah peradaban umat, sehingga pendidikan sepanjang hayat bisa menjadi jembatan baginya menjadi professor ditengah-tengah keluargannya. Professor yang akan melahirkan anak-anak dengan pemahaman agama yang kuat dan baik, professor atau pun guru-guru yang akan membangun masyarakat yang berilmu dan berakhlakul karimah. Masyarakat yang akan menjadi pilar-pilar cahaya bagi terwujudnya bangsa yang bermartabat,  unggul dalam akhlak dan ilmu pengetahuan. Dikatakan dalam sebuah syair Arab yang populer “Al-ummu madrastul ula, iza a’dadtaha a’dadtha sya’ban thayyibal a’raq,” Ibu adalah madrasah utama, bila engkau mempersiapkannya, maka engkau telah mempersiapkan generasi terbaik.” Wallahu ‘alam bishawwab.


di tulis pada sebuah musim gugur
Ankara - Turkey, 19 November 2015

Di terbitkan pada 21 Desember 2015 menjemput hari Ibu

Friday, December 11, 2015

Kebaikan itu akan selalu seindah namanya #4

Kebaikan itu akan selalu seindah namanya #4


Ankara..

Entah sudah berapa banyak aku menuliskan penggalan-penggalan jejak kisah suka duka tentang kota ini. Banyak kepingan memori yang tidak cukup aku tulis dalam barisan kata yang singkat, setiap kebaikan yang ditanamkan orang-orang yang ada baik jauh mau pun dekat yang hadir dalam setiap nafas dan hiruk pikuk kehidupanku. 

Seberapa pun kecil atau seberapa besarnya, tentu saja aku tidak akan pernah bisa melupakan semua kebaikan itu. Itu adalah keajaiban yang Allah berikan kepada kita manusia, tidak ada kekhawatiran di dalam dada manusia selama ia menyandarkan kepada sandara yang Maha Kuat.

Kota Ankara, aku banyak belajar dari kota ini. Segala keangkuhan panasnya arus suhu politik dan keramahan orang-orang yang aku jumpai disebalik keangkuhan sisa-sisa sekularisme. Disini aku mendapatkan keluarga baru yang tidak pernah saling mengenal satu sama lain pada mulanya. Menjadi bagian dari kehidupanku. Berjumpa pada teman-teman dengan warna mata yang beraneka warna. Menjumpai kebaikan-kebaikan pada banyak jengkal dan sudut waktu. Maka kenikmatan apakah lagi yang lebih besar, selain kenikmatan karena Allah menjadikan diri kita terlahir sebagai seorang muslim. Kota ini menjadi saksi bagaimana aku menjumpai banyak kebaikan dan kemaha Agungan Allah atas semua kebesaran Nya di belahan bumi mana pun itu. Seperti pada kisah di sore itu...

***
Suatu sore serampung kelas aku memutuskan untuk mampir di kedai nasi Turki yang ada di seberang jalan utama pintu gerbang Kampus Ankara Univ, Cebeci. Aku memutuskan makan di kedai karena selain harganya lebih bersahabat dengan kantong mahasiswa juga karena kerinduan menikmati sayur Fasulye yang dicampur salca semacam saus tomat khas Turki. Kedai keci yang berada di sudut kafe-kafe mewah itu terlihat sepi, saat aku memutuskan masuk dan duduk di salah satu kursinya hanya terdapat seorang kakek tua yang duduk bersama cucunya yang masih sangat kecil. Tengah menikmati menu yang sama dengan menu yang aku inginkan, ia duduk di seberang kursi di depan ku, duduk memunggungiku.

Aku duduk sendiri sembari memesan menu. Tidak ada yang aku fikirkan selain karena waktu yang memburu, aku harus segera pulang dan sampai di rumah. Aku tidak berani untuk menunda makan karena aku harus memenuhi hak janinku. Sesekali memberikan pandangan kepada cucu sang kakek yang duduk di seberangku. Aku tersenyum memandang bocah kecil Turki yang lucu itu. Terdengar ia merengek dan menangis karena ingin makan dengan tangannya sendiri, namun sang kakek menolak dan dengan sabar menyuapi cucunya tersebut dengan sangat telaten. "Ya Allah, alangkah baiknya sang kakek ini." Bisikku dalam hati.

Tidak berapa lama sang Kakek berdiri dan menggandeng tangan cucunya. Menemui kasir dan bergegas meningglkan kedai. Aku masih dengan fikiranku, tertegun pada kebaikan sang Kakek kepada cucunya. Kemudian melanjutkan menghabiskan nasi dan sepiring Fasulye bercampur potongan daging ayam. Belum usai pada suapan terakhir di piring seorang petugas kasir memanggilku.

Aku menoleh, oh barangkali mungkin kedai akan segera di tutup karena tidak lama lagi akan tiba adzan magrib. Sang petugas kasir kemudian berkata: "Abla tidak perlu lagi membayar makanan Abla." Aku terkejut, "Lho kenapa?"

"Kakek yang duduk di seseberang meja Abla tadi yang telah membayarkan makanan yang abla pesan." Jawab petugas kasir dengan ramah.

Aku...

Segera aku kirimkan pesan pada suami mengabarkan tentang ini. "Masha Allah, semoga kebaikan untuknya pula." Jawab Mas Faris. Segala puji hanya bagi Allah.

Sakura RT
Ankara, 11 Desember 2015



Thursday, December 10, 2015

catatan tentang rintik salju kali ini

Salju turun perlahan setelah beberapa menit yang lalu langit gelap dan hujan turum dengan derasnya. "Masha Allah." Gumamku dalam hati. Baru beberapa menit yang lalu hujan mengguyur kota Ankara, beberapa detik kemudian berganti dengan guyuran putih salju yang turun mengarak putih. Sementara aku masih berdiri menghadap jendela kamar apartemen, menatap lorong jalanan yang lengang. Tidak terlihat orang berlalu lalang. Gembira bercampur resah, pasalnya hari Rabu itu adalah kelas pertemuan untuk ujian analisis statistik. Cemas bagaimana mengangkut benda berat bernama leptop. Jalanan akan basah dan suhu minus akan sangat dingin di luar sana.

Bismillah! Aku menguatkan hati setelah mengirim pesan pada suami.
"Jadi bagaimana? Mau tetap berangkat ke kampus?" Tanya Mas Faris dari pesan yang ia kirimkan.

"Iya Masku, aku harus tetap berangkat ke kampus hari ini." Jawabku mantap, meski sebenarnya hatiku berdebar tidak karuan. Memikirkan beratnya perjalanan jauh yang harus aku tempuh dari rumah ke kampus, ditambah hujan salju yang turun dengan lebatnya.

Setelah bersiap sarapan, mengenakan pakaian dingin, kazak wol, kaus kaki, sarung tangan, syal dan padesu tahan air aku pamit berangkat meninggalkan rumah. Mencangking tas ransel yang berisi leptop. Lumayan padat dan berat. "Oh...kuatkanlah ya Rabb." Inı adalah perjalanan untuk yang kesekian kalinya ke kampus mencangking tas yang berisi leptop. Kandunganku sudah memasuki bulan ke enam, sehingga kesulitan mengangkat beban. Terlebih leptop yang sudah tidak mungkin untuk aku gendong di punggung.

Perjalanan yang tidak mudah di lewati di masa kehamilan ini. Perjalanan yang biasanya bisa aku tempuh hanya dengan maksimal 1 jam kini menjadi 2 jam perjalanan, mulai dari berjalan kaki menuju halte, menanti bus arah kızılay, pejalanan bis menuju kızılay, lalu melanjutkan berjalan kaki ke metro kereta, naik kereta, dan melanjutkan jalan kaki menuju kampus. 

Hari itu, salju turun bertambah deras dan kuat, aku lupa membawa payung. Untunglah syal panjang yang tidak sengaja aku beli dari seorang nenek tua di tepi jalan beberapa minggu yang lalu mampu melindungi kepala dan hidungku dari tajamnya salju pagi itu. Lelah tubuh memang tiada terkatakan, aku tidak mampu berjalan dengan cepat karena mencangking beban leptop. Menyerah? Itu bukan pilihan terbaik. Menangis? Boleh saja, namun tidak ada pilihan selain melanjutkan perjalanan menuju kampus. Kufikir tidak akan ada bedanya jika meminta izin tidak berangkat ke kampus karena hujan salju ini, yang terpenting adalah aku masih sehat untuk melanjutkan perjalanan meski sudah lemah sekali fisikku. Dalam hati berulang kali mengingatkan kisah-kisah para shabiyah yang juga menempuh perjalanan hijrah dalam keadaan mengandung. Ya Rabb, ujianku ini tidaklah seberat para sahabat. Aku masıh bisa naik bis. Boleh berhenti dan menangis namun hanya untuk sejenak, bukan untuk berhenti dan berbalik ke belakang.

Alhasil setelah nyaris dua jam perjalanan, aku menangis di sisi gerbang Hukuk Fakultesi. Tempat biasa sang Paman Tua penjual roti simit. "Ya Allah, beratnya perjuangan ini. tidaklah Engkau memilihku untuk melewati ujian ini melainkan karena in sha Allah aku mampu melewatinya." Aku menyembunyikan suara tangisku di bawah hujan salju, sesegera mungkin menghapusnya dengan syal yang membalut kepalaku, bersembunyi di sisi gerbang Fakultas Hukum. Tidak pula berani mengabarkan ini pada Mas Faris, aku tidak mau membuatnya semakin mencemaskan keadaanku. Setelah tuntas tangisku, aku melanjutkan perjalanan menuju Fakultas, mampir di ruang makan umum mahasiswa di kampus. Melepaskan semua letih dan penat, menikmati sup hangat dan sepiring Fasulye becampur potongan daging sapi. Aku segera mengabarkan pada suami bahwa aku telah sampai dengan selamat. Alhamdulillah ya Allah.

Pukul 14:00 masuk ke dalam kelas. Hanya terdapat beberapa orang. Oh..ternyata karena hujan salju banyak yang tidak hadir hari itu. Kelas ujian analisis di pending pekan depan. "Masha Allah." Aku memandangi leptopku...

Salju turun hingga petang, kelas usai pukul 16:30 Turki. Serampung shalat ashar dan menanti shalat magrib aku duduk mematung di depan fakultas. Hoca berulangkali menanyakan apakah aku merasa berat membawa leptop ke kampus. "tentu saja leptop ini sangat berat." Dalam hatiku, meski aku akan membawanya dengan senang hati, jika memang harus belajar menggunakan leptop. 

Aku pamit meninggalkan kampus, menikmati salju yang berbentuk bintang turun memenuhi langit kota Ankara. "Lihat Nak, indahnya langit yang dipenuhi salju, sungguh segala puji hanya bagi Mu Allah." Bisikku pada janin dalam rahimku.

"Sayang, kamu sudah dimana?" Handphoneku bergetar.
Aku membaca dan menyambut pesan itu dengan sepenuh cinta. Sembab mataku penuh haru dan kerinduan. Sebuah pesan dari separuh jiwaku, Suamiku Ust. Faris Jihady Hanifa, alhafidz. I love You Masku, terimakasih atas kasih sayang dan semua kebaikanmu padaku.

Ankara, 10122015 
sumber foto : snow in Ankara, 2015
www.flickr.com