Kajian: Catatan kecil
Rimbunnya sebuah ayat
Oleh: cik gu haramain
================
***
Serampung membaca petikan nasihat Ali di atas betul-betul JLEB rasanya hati saya. JLEB JLEB JLEB! Terasa saat beberapa pekan secara tidak sengaja saya berdiskusi dengan teman saya yang belum muslim, Irene. Bagi teman-teman fesbuk dan blogger yang rajin mengikuti kisah saya akan tahu maksud saya. Ia menanyakan konsep ayat yang secara tidak sengaja saya sampaikan padanya. Alhasil saya tidak mampu menjelaskan tentang ayat konsep sedekah yang secara sponta, tidak sengaja saya sampaikan padanya [penggalan kutipan tersebut di atas]. Astaghfirullah, karena memang saya belum memiliki kapasitas pemahaman yang dalam tentang Al-Qur’an. Beberapa hari hati saya menjadi tidak tenang karena belum mampu menjelaskan dengan baik pada teman asrama saya yang non muslim, saya sampaikan agar di jadikan PR. Hehe buat nanya dengan yang faham. Berikut adalah hasil diskusi beberapa hari lalu [15 November 2013] yang baru sempat saya rangkum tentang penjelsan ayat tersebut.**agar tidak hilang ilmunya.
***
"Tidak setiap yang diketahui, harus dikatakan, dan tidak setiap yang boleh dikatakan, harus dikatakan setiap saat, maka hendaknya kita melihat situasi, konteks dan lawan bicara.” This named as Hikmah or wisdom.
2:261. Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.
Jika kita merenungkan ayat ini sebenar-benarnya, dan hadits-hadits yang terkait, serta tafsir-tafsir yang terkait dengan ayat ini, maka ayat ini sebenarnya berbicara tentang ganjaran yang bersifat ukhrawi dan bukan duniawi. Maka Allah Ta'ala -melalui ayat ini- ingin mengaitkan selalu, antara perilaku mukmin yang bersifat duniawi, dengan ganjaran yang bersifat ukhrawi, dengan kata lain setiap kebaikan duniawi, selalu berorientasi ukhrawi.
Ini merupakan makna yang utama, sedangkan hitung-hitungan materi yang akan diberikan 700x lipat, itu hanya sebagian kecil makna, namun bukan makna utama, dan hitung-hitungannya pun bukan terletak pada bakal 700. Jika yang menjadi orientasi dalam memahami ayat ini adalah, makna utama yang bersifat ukhrawi, maka tidak terlalu penting soal hitung-hitunganan jika kita bersedekah sekian maka bakal dilipatgandakan sekian, itulah mengapa Allah katakan diakhir ayat tersebut
Hal ini untuk menghilangkan persepsi bahwa 700 adalah angka pertama dan terakhir. Mengapa angka 700 disebut eksplisit? karena dalam tradisi lisan arab, angka 7 melambangkan banyaknya bilangan dan AlQur'an turun dengan lisan arab.
Then why do you give?
jika kita mau menjawabnya dengan alasan religi, kita hanya bisa menjawab, karena kita percaya dan berharap tentang dimensi ukhrawi tadi. Dalam Islam manusia hidup diminta untuk memadukan dan mengaitkan secara sempurna antara dimensi duniawi dan ukhrawi. selalu ada hubungan antara amal sosial kita dengan kedudukan ukhrawi kita. so, we do not give just because of kasian or puncak teori maslow [self actualization] and finally we tell them, this how do we think and live.
wallahu'alam, tesekkur ederim cik gu
=======
Ankara, 20 November 2013
[note: dalam catatan ini merupakan point penting yang saya rangkum dari hasil diskusi]
tidak saya cantumkan secara detail pembahasan saya dengan Irene teman asrama non muslim saya,
karena malu dengan dangkalnya ilmu yang saya miliki. PEACE :D
Rimbunnya sebuah ayat
Oleh: cik gu haramain
================
Ali ibn Abi Thalib ra, pernah berkata;
"bicaralah dengan manusia sesuai kadar pengetahuan mereka,
apakah kalian rela Allah dan Rasul Nya didustakan?"
sumber foto : gugel
"Tuhan tidak benar Hanifah." Suara Irene.
JLEB JLEB hati saya.
"Bagaimana mungkin Tuhan memberikan balasan pada dua orang yang sama-sama memberi sementara mereka memiliki motivasi yang berbeda. Tuhan tidak benar Hanifah" Tanya Irene kembali pada saya. Saya yang awam pun JLEB JLEB bingung, karena memang belum faham ilmunya.
Allah akan memberikan dari arah yang tidak terduga. Jika kita sebagai muslim kita bisa meyakini itu, akan tetapi bagaimana sistem ini bekerja secara logika? Tidak semua bisa kita jelaskan secara logika, kita bisa menerimanya karena kita sudah meyakini. Dan bagi yang belum mengenal Tuhan bagaimana mereka bisa menerima secara akal? **saya bertanya bingung dot kom
***
Serampung membaca petikan nasihat Ali di atas betul-betul JLEB rasanya hati saya. JLEB JLEB JLEB! Terasa saat beberapa pekan secara tidak sengaja saya berdiskusi dengan teman saya yang belum muslim, Irene. Bagi teman-teman fesbuk dan blogger yang rajin mengikuti kisah saya akan tahu maksud saya. Ia menanyakan konsep ayat yang secara tidak sengaja saya sampaikan padanya. Alhasil saya tidak mampu menjelaskan tentang ayat konsep sedekah yang secara sponta, tidak sengaja saya sampaikan padanya [penggalan kutipan tersebut di atas]. Astaghfirullah, karena memang saya belum memiliki kapasitas pemahaman yang dalam tentang Al-Qur’an. Beberapa hari hati saya menjadi tidak tenang karena belum mampu menjelaskan dengan baik pada teman asrama saya yang non muslim, saya sampaikan agar di jadikan PR. Hehe buat nanya dengan yang faham. Berikut adalah hasil diskusi beberapa hari lalu [15 November 2013] yang baru sempat saya rangkum tentang penjelsan ayat tersebut.**agar tidak hilang ilmunya.
***
"Tidak setiap yang diketahui, harus dikatakan, dan tidak setiap yang boleh dikatakan, harus dikatakan setiap saat, maka hendaknya kita melihat situasi, konteks dan lawan bicara.” This named as Hikmah or wisdom.
2:261. Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.
Jika kita merenungkan ayat ini sebenar-benarnya, dan hadits-hadits yang terkait, serta tafsir-tafsir yang terkait dengan ayat ini, maka ayat ini sebenarnya berbicara tentang ganjaran yang bersifat ukhrawi dan bukan duniawi. Maka Allah Ta'ala -melalui ayat ini- ingin mengaitkan selalu, antara perilaku mukmin yang bersifat duniawi, dengan ganjaran yang bersifat ukhrawi, dengan kata lain setiap kebaikan duniawi, selalu berorientasi ukhrawi.
Ini merupakan makna yang utama, sedangkan hitung-hitungan materi yang akan diberikan 700x lipat, itu hanya sebagian kecil makna, namun bukan makna utama, dan hitung-hitungannya pun bukan terletak pada bakal 700. Jika yang menjadi orientasi dalam memahami ayat ini adalah, makna utama yang bersifat ukhrawi, maka tidak terlalu penting soal hitung-hitunganan jika kita bersedekah sekian maka bakal dilipatgandakan sekian, itulah mengapa Allah katakan diakhir ayat tersebut
والله يضاعف لمن يشاء
"Allah melipatgandakan bagi siapapun yang dia kehendaki"
Then why do you give?
jika kita mau menjawabnya dengan alasan religi, kita hanya bisa menjawab, karena kita percaya dan berharap tentang dimensi ukhrawi tadi. Dalam Islam manusia hidup diminta untuk memadukan dan mengaitkan secara sempurna antara dimensi duniawi dan ukhrawi. selalu ada hubungan antara amal sosial kita dengan kedudukan ukhrawi kita. so, we do not give just because of kasian or puncak teori maslow [self actualization] and finally we tell them, this how do we think and live.
wallahu'alam, tesekkur ederim cik gu
=======
Ankara, 20 November 2013
[note: dalam catatan ini merupakan point penting yang saya rangkum dari hasil diskusi]
tidak saya cantumkan secara detail pembahasan saya dengan Irene teman asrama non muslim saya,
karena malu dengan dangkalnya ilmu yang saya miliki. PEACE :D
No comments:
Post a Comment