Reminder

"Beri aku pelajaran TERSULIT, aku akan BELAJAR" Maryamah Karpov

Wajahku sujud kepada Allah yang menciptakannya, dan yang membuka pendengaran dan penglihatannya

Dengan daya dan kekuatan dari-Nya, maka Maha Suci Allah, Sebaik-baik pencipta

(Tilawah Sajadah)

Thursday, November 14, 2013

Kumcer **Spanduk di tepi fajar...

Spanduk di tepi fajar...
==============

Sabtu, 30 agustus 2008

Hari masih gelap. Subuh masih beberapa pukul lamanya. Seorang gadis kecil di sudut ruangan kamar kos terlihat resah dalam duduknya. Setumpuk buku tak lagi ia hiraukan. Tangannya sibuk mengutak-atik hendphone. Mengetik sms.

"Ukh, spanduk acara buat pagi nanti belum ada yang ambil." Sebuah pesan yang ia ketik di luncurkan kepada salah satu nama.

"Dak ado ikhwan yang nak ambek apo ukh." sebuah jawaban masuk.

"dak ado kayaknyo ukh, mereka sibuk nyiapin ruangan nampaknyo." Balasnya.

"temani ana ambek spanduk tu ya ukh." kirim pesannya lagi.

"payolah ukh ana temani kalo macam tu." Jawab pesan dari seberang.

***
Subuh belum sempurna bergeliat. Sebuah suara motor menderu di depan sebuah rumah kos kecil. Satu suara tint memecah hijau kabut.

"Ya ukh, tunggu bentar. Ana cari kaus kaki." Sedikit berteriak suara dari dalam kos-kosan.

"cepat dikit ukh, hari nak hujan." Jawab suara dari pemilik "tint" motor.

Pukul 06:00 pekat. Sepasang gadis berjilbab sedikit lebar itu menembus subuh di atas motor. Tidak ada suara dari keduanya. kecuali sapasang salam dan senyum yang sebelumnya saling bertemu dari kedua gadis itu. 


***
"anti ada kuliah jam berapa ukh." Tanya gadis yang di bonceng.

"Dak ado kelas ana pagi ni ukh, tenang aja. Aman terkendali acara pagi ni in sha Allah." Jawab gadis yang menyetir motor.

"Alhamdulillah, ana ada ujian pagi ni ukh. Serampung ambil dan pasang spanduk. ana tinggal ikut ujian dulu ya. sudah itu ana ke acara tu." Jelas gadis yang di bonceng.

***
Matahari belum naik sepenggalan. Tidak terlihat tanda-tanda cahanya akan tumbuh hangat pagi itu. Kedua gadis tidak lagi terlibat dalam percakapan yang ringan. keduanya terlihat saling diam dalam fikir masing-masing.

Setelah sekitar 30 menit. Sampailah keduanya di sebuah toko "icha konveksion." Gadis pemilik motor memarkir di depan ruko yang baru pintunya saja yang terbuka.

***
"Berapo bang." tanya gadis yang di bonceng kepada pemilik konveksi.

"90 ribu, ini ayuk kan pesen yang digital. mahal dak apo kan. Sesuai permintaan ayuk minta spanduk kualitas yang paling bagus. Ini lah hasilnyo." Jelas laki-laki berusia sekitar 27 tahun.

Gadis berjilbab biru itu melihat spanduknya. Spanduk digital. "Masya Allah bagus sekali." Gumamnya. Sejenak ia membuka dompetnya dengan penuh hati-hati. Hanya ada beberapa lembar. Menghitung kembali. Terlihat selembar 50 ribu dan dua lembar berwarna merah 10 ribuan. Sejenak diam lalu memandang pada gadis berjilbab keorange-an di depannya. Menarik tangannya dan mengajak keluar ruko.

Membisikkan sesuatu.

"anti ada bawak duit gak ukh, uangnya kurang 20 ribu." Jelasnya bersuara lirih. Khawatir sang abang ruko mendengar.

sang gadis yang dibisiki tanpa bertanya ABC segera membuka dompetnya. Diam sejenak. Lalu memberikan dua lembar dua puluh ribuan yang terlihat kusut.

"Uang terakhir ana kiriman emak. Pake aja dulu ukh." Jawabnya singkat sambil berbisik di telinga kanan si gadis berjilbab biru. Meski sedikit ragu diterimanya uang itu. Hatinya berbisik "bukankah uang 70 ribu itu juga uang terakhirmu Hanifah."

"Haduh sudahlah. Lupakan, seminggu lagi kan uang menang lomba karya tulis dah turun." Bisik hatinya lagi.

"sukran ya ukh." Ia meraih tangan kanan gadis orange di depannya. Memeluknya. Menyembunyikan bening di sudut kedua matanya.

***
3 hari sebelumnya...

"Bagaimana Kak Hanifah, kita tidak ada dana untuk agenda launching SIC 2 hari lagi. Proposal kita tidak ada yang di setujui. Kecuali dana dari uang pendaftaran peserta. Itu pun hanya cukup untuk makan dan sertifikat mereka." Sebuah suara dari balik tirai.

Sebuah percakapan rapat penting menjelang magrib. Gadis yang di panggil kak Hanifah diam dalam hening. Raut muka dan keningnya membentuk beberapa lipatan.

"Oh, ada masih ada. Kalian tolong kondisikan ruangan untuk acara launching SIC. Spanduk beres in sha allah. Tolong bantu tempelkan pamflet ini di seluruh lorong fakultas, seluruh pohon pinang di sepanjang jalan kampus, dan semua tempat pengumuman. Kakak mau semua kampus di penuhi dengan pamflet acara kita" Ia menyerahkan segebok tebal pamflet dengan beberapa lem dlukol.

Menarik nafas sejenak. Segebok pamflet yang nyaris semalaman ia desain bersama kak Hasni, tetangga kosnya. Segebok pamflet foto kopi hasil uang recehan yang Ia ambil dari celengan receh botol akua di sudut kamar kos-kosan.

Rapat berakhir tepat 10 menit sebelum adzan magrib berkumandang.

***
"Temenai ana ke tukang spanduk ya ukh." Suara gadis yang di panggil Hanifah menyeruak di balik mukena.

"Bukannya si Putra bener ukh? Kito kan dak ado dana ukh." Suara dari gadis di depannya.

"Ado kok in sha Allah." Jawab gadis bernama Hanifah itu singkat.

***
Hari sudah semakin petang. Serampung berjamaah di masjid kampus pergilah mereka meninggalkan kampus. Berdua menyusuri gelap cahaya lampu kota Jambi. Deras hati Hanifa duduk membonceng motor di belakang gadis di depannya. Menekuni langit yang tidak juga berwarna mega. Tidak juga berbintang. Sepasang cahaya berkelip di ujung sana. "Ah pesawat, terbang tinggi menembus gelapnya langit dan berlari jauh." Bisiknya...

Bersambung...

@Thanks ukhti Risma, buat kiriman fotonya
Notes : Pada sebuah tahun 2008, semester 3/4 *lupa

No comments: