Reminder

"Beri aku pelajaran TERSULIT, aku akan BELAJAR" Maryamah Karpov

Wajahku sujud kepada Allah yang menciptakannya, dan yang membuka pendengaran dan penglihatannya

Dengan daya dan kekuatan dari-Nya, maka Maha Suci Allah, Sebaik-baik pencipta

(Tilawah Sajadah)

Monday, November 18, 2013

bocoran, siapakah pemilik BLOG Sakura Romawi Timur?

Dear pembaca blog setiaku. Aku ingin engkau mengenalku lebih dekat. SAKURA. It my pen name. Aku terlahir di Sumatera. Orang menyebutnya Puja Kesuma. Putri Jawa Kelahiran Sumatera, dan itulah diriku.  Pada sebuah tanggal yang orang sering bilang tanggal keramat. Tanggal ganjil. Meski aku tak pernah berfikir demikian.

Tepat pada angka 3 aku menyaksikan dunia. Pada Bulan ke-10 Masehi. Kadang aku sempat berfikir, mengapa tidak sekalian bulan Januari ya? “Nanggung,” begitu fikirku. Namun saat itulah aku belajar tentang “Takdir” sebagai suatu ketetapan-Nya. Dan salah satu ketetapan itu adalah aku terlahir dalam keadaan sungsang. Kata emakku. Kakiku terlebih dahulu melihat dunia sebelum sempat kedua bola mataku yang menyaksikannya.


 Aku berada pada posisi tengah dalam keluargaku. Anak ke dua dari tiga bersaudara. Kakakku perempuan dengan nama kejawen yang kental “Endang Setya Ningsih” nama yang sangat indah sekali maknanya. Usiaku kami berjarak 5 tahun. Beliau adalah tipe Mbak yang sangat penyayang. Kini sudah berkeluarga dengan 2 mujahidnya yang lucu. Sementara itu adikku yang berperawakan tinggi, hitam dan besar merampungkan studinya di negeri Palembang. Usia kami juga berjarak 4 tahun. Keras dan penyanyang, kini ia pun sudah berkeluarga, iallah akan segera memiliki mujahid.
Aku tumbuh dan besar di sebuah lingkungan yang agamis. “Lingkungan.” Rumahku berada di kompleks “Agamis.” Tepat di depan rumah berdiri sebuah masjid Besar. Tempatku belajar mengepel lantai saat musim lebaran Idul Fitri dan Adha. Dua hari sebelum hari yang besar itu. Mengepel lantai masjid. Dan itu selalu menjadi momen yang menyenangkan.
Lalu hanya berjarak 2 rumah pamanku yang berada di sebelah kanan rumah, juga berdiri Mushola yang bernama “Langgar Muslimat.” Kata Ibu Kaswati, guruku mengaji di sana, itu berarti bahwa muslimat ini di didirikan untuk tempat Ibu-ibu atau kaum muslimah melakukan aktifitas ibadah keislaman. Di sinilah aku mengaji, meski pun sebelumnya aku selalu tidak konsisten. Mengaji berpindah-pindah tempat. Mengikuti anak-anak kebanyakan. Mencari tempat mengaji yang paling populer dan paling ramai dikunjungi anak-anak. Dan di situlah aku bersandar menempelkan lidahku pada huruf-huruf hijaiyah.
Namun sejak aku mengenal wanita bernama Kaswati itu, aku jatuh cinta padanya. Dan itulah terakhir kalinya aku berpindah tempat mengaji. Ibu Kaswati. Yang mengajarkan dan menuntunku mengkhatamkan Al-Qur’an untuk pertama kalinya dalam sejarah hidupku. Tepat saat aku duduk di kelas V SD. Aku selalu mengingat nama itu. Hingga saat ini. Ibu Kaswati dan Mbah Yam.
Di samping Masjid At-Taqwa, berjarak 3 rumah juga berdiri sebuah madrasah. Fathul Huda. Aku juga belajar di sana. Setelah pulang belajar dari SD aku banyak menghabiskan waktuku dengan bermain di rumah. Bermain BP-BP an, membuat baju-baju boneka berbie, menyulam sapu tangan, atau lebih banyak juga menanam bunga dan membuat taman-taman sederhana di samping kanan rumahku. Dan aku suka sekali bermain pasar-pasaran di belakang rumah. Membuat gubuk-gubukan.
Jika tiba pukul 13.00 biasanya tanpa diperintah aku langsung bersiap diri, untuk sekolah di sore hari. Mulai dari pukul 13.00-16.00 WIB aku menghabiskan hampir sebagian waktuku di musim usia kecil itu dengan aktifitas belajar ini dan itu. Di madrasah aku mengenal Fiqih, Tajwid, shorof, Bahasa Arab, Nahwu, Sejarah Islam, pun juga Ilmu Alam. Dan itulah pertama kali aku mengenal ayat yang menjelaskan tentang air. “Almaau minassamaaa.” Air itu berasal dari langit.
Rampung belajar di Madrasah biasanya aku langsung ke Masjid yang berada di depan rumahku. Aku belajar mengaji Qira’ati disana. Metode cara cepat dan tepat membaca Al-Qur’an. Orang menyebutnya TPQ. Di sana aku pertama kali mengenal Ustad Imam. Masih sangat muda. Usianya sekitar 23 tahun. Aku suka sekali dengan beliau. Enak sekali mendengarkan suara beliau ketika mengajari menyebutkan huruf-huruf yang harus begini dan begitu.
Aku belajar di TPQ hingga pukul 17.30 WIB. Rampung TPQ an biasanya aku hanya sempat berbenah diri sejenak. Bersih-bersih diri, karena magrib hingga pukul 20.00 aku akan menghabiskan waktuku di Mushola Muslimat. Belajar mengaji dan mengajar mengaji di sana. Hampir sebagian besar waktuku saat usia era 7-12 tahun adalah dengan aktifitas itu. Dan aku tampak sangat menikmatinya. Tidak terasa usiaku semakin bertambah.
Di belakang rumahku yang hanya berjarak dengan bekas lapangan voly dan 3 buah Rumah, berdiri sebuah Pesantren sederhana. “Nurul Jadid.” Sebuah tempat yang juga turut berperan dalam membentuk segala macam perangaiku. Aku banyak menghabiskan waktuku dengan mengkaji ini itu di sana, saat aku telah merampungkan statusku sebagai siwa SD dan Madrasah.
Serampung belajar di Tsanawiyah. Sore harinya aku belajar di Ma’had. Dimulai pukul 14.00 hingga pukul 17.00 aku belajar disana. Pelajarannya lebih complicated. Ada muntahobat, pelajaran favoritku. Yang berisi kata-kata mutiara, pepatah arab. Ada At-Tarikh, kisah tentang sejarah Islam. Adabul Mar’ah, adab-adab wanita —panduan menjadi istri shalikhah-, nahwu dan banyak lagi lainnya. Dan semuanya menggunakan kitab berbahasa Arab.
Aku sangat menikmati belajar di Ma’had. Terutama saat bulan Ramadhan. Ma’had Nurul Jadid selalu asyik untuk belajar dan memaknai Kitab-kitab kuning yang gundul tanpa baris itu. Ustadz Imam itu sangat menyenangkan. Dan aku tahu, terkadang aku merasa menjadi santri kesayangan diantara teman-temanku. Itu karena aku suka sekali membaca kitab-kitab yang kata teman-temanku selalu membuat kepala pusing.
Malam harinya masih dengan aktifitas yang sama. Aku masih saja belajar dan mengajar mengaji di langgar Muslimat. Namun pada subuh harinya aku harus bangun pagi-pagi betul, karena pukul 05.30 aku harus belajar Tahsin di Ma’had. Itulah yang mempengaruhi 3 oktoberku dengan nama resmi Evi Marlina.
Evi Marlina. Tidak ada arti yang istimewa dalam nama itu. Aku juga tidak tahu mengapa emakku memberikan nama itu padaku. Saat itu aku pernah bertanya pada emak, tentang siapakah yang memberikan hadiah nama itu padaku, tapi emak selalu bilang “Emak sudah lupa evi.” Dan sejak saat itu aku tak pernah lagi bertanya. Namun yang pasti aku bahagia dengan nama itu. Walau pun terkadang aku juga cemburu dengan nama-nama indah milik teman-temanku. Ada Choirotin Na’immah, Puji Astuti, Annisa, Fitriyanti, Maria Ulfa dan lain-lain. Nama-nama yang diambil dari Al-Qur’an, nama-nama istri-istri rasul, juga nama-nama syahidah.
            Evi Marlina. Yang terdiri dari 10 Huruf. “Paduan yang cantik dan enak di baca.” Begitu fikirku. Aku pernah bertanya pada Ustadz Imam yang merupakan guruku mengaji Qira’ati, Tilawah indah, belajar ilmu-ilmu ma’had sekaligus pimpinan Ma’had Nurul Jadid, tentang nama itu. “Ustadz, nama ana itu apa ya artinya Ustadz?” Pertanyaann yang muncul saat kami tengah belajar B. Arab. Saat kelas dua Tsanawiyah. Aku melihat raut wajah Ustadz Imam yang tampak diam berfikir sejenak, dan aku menanti. Sangat berharap namaku memiliki arti yang istimewa. Atau minimal bagus maknanya. Atau minimal ada dalam bahasa Arab. Setelah itu Ustadz Imam menjawab, sepeti ini beliau menjelaskannya
“Evi itu berasal dari kata Alfun, yang berarti seribu, seribu ini bisa di terjemahkan, seribu kebaikan, kebenaran, keutamaan, seribu kemuliaan dan seribu lainnya.” Begitu ustadz Imam menjelaskan sembari menuliskan nama evi dalam tulisan Melayu Arab di papan tulis. Walau aku sempat berfikir, dari mana Ustadz Imam menarik kata Evi menjadi alfun? Atau mungkin saja beliau ingin menyenangkanku. Entahlah! Yang pasti…Sejak saat itu aku merasa mendapat pencerahan atas nama itu. Dan diam-diam aku meyakini dan mengamini atas nama yang kumiliki.
Saat aku sampai di rumah aku masih saja menyibukkan diri untuk ku peroleh makna seutuhnya dari namaku. Lalu aku pun mencari-cari definisi nama itu menurut versiku. Jika evi berasal dari kata al-fun yang berarti seribu, seribu kebaikan, kemuliaan, keutamaan, emm..,
Lalu, -mar- aku mengutak atik, mulai dari kata bahasa Arab, lalu mengaitkannya. Hingga akhirnya aku peroleh dan mengaitkannya dalam bahasa Inggris mar –smart- J yang berarti kecerdasan, dan –Li- adalah bahasa Arab yang berarti milikku dan –na- adalah jamak dari nahnu, yang berarti kita/kami. Dengan demikian saat aku menyatukan nama itu menjadi seribu keutamaan yang aku miliki adalah untuk kebaikan kita bersama.
Dan sejak aku memperoleh definisi dan makna dari namaku. Saat itu pula aku lega sekali. Karena aku tahu kemana namaku akan ku bawa. “Hee…entah iyo entah idak” Namun begitulah, karena saat ini aku merasakan bahwa nama itu begitu istimewa. Di dalam hatiku. Terimakasih emak. Itulah namaku. Evi Marlina. Sakura Romawi Timur. Tidak ada resep yang istimewa atas nama itu. Selain keistimewaan karena aku menganggapnya sangat spesial dan istimewa. 

Turkey, 18 November 2013 [Notes: catatan tentang pencarian nama ini, sudah lama saya tulis. Saat aku masih di semester 7 di kampus Universitas Jambi dulu] #iseng aku posting di sini. Buat kenang-kenangan. :D


No comments: