Turkey, 31 Oktober 2013
Notes For Sensei
==============
There is gonna be a
flame
Where there is a flame
Someone’s bound to get
burned
But just because it
burns
Doesn’t mean you’e
gonna die
You’ve gotta get up
and try try try
Gotta get up and try
try try
Foto : Sensei Edi Sukur You gotta get up and
try try try
***
Mungkin tidak banyak yang tahu tentang lagu ini. Mungkin ini bukan
lagu kesukaan. Lebih tepatnya mungkin ini seperti lagu yang menggelembung
diantara penatnya kota Jakarta. Yang memenuhi langit Jakarta yang padat dan
ah...Jakarta.
***
Sensei apa kabar? Semoga Sensei sehat di sana. Meski sepertinya
sedang kurang sehat. Tapi Sensei semoga sehat in sha Allah, karena menjadi teman bagi hari dan waktu yang berlari dalam kecepatan yang tidak terkira. Menjadi teman bagi ribuan mereka yang berharap dan bercita-cita kembali menjadi sehat.
Dear Sensei, sudah dua hari tak ada suara
Sensei. Biasanya pukul tengah malam Sensei bangun. Entah apa yang Sensei
kerjakan. Mungkin shalat Lail atau mungkin tengah mengerjakan apa yang belum tuntas di
pagi hari hingga malam dan pagi kembali menjelang. Tapi sepertinya Sensei lebih
tidak bisa tidur karena memikirkan pada beratnya beban amanah.
Aku tahu itu bukan perkara sederhana. 9000 pasien pendaftar itu
bukan tentang hitungan angka 11, 12, 13 atau juga 99. Ini tentang angka yang
berhitung pada deret harapan, tentang angka dan cita-cita bagi banyak jiwa, pun juga sebagai the real proof tentang kualitas kondisi
kesehatan masyarakat negeri kita. Jumlah pendaftar pasien dengan kapasitas sebesar
itu menunjukkan kondisi sosial negeri kita. Aku bertanya pada diriku sendiri,
apakah di negeri ini tidak cukup banyak rumah sakit? Apakah tidak ada ruang
kosong di rumah sakit untuk meletakkan harapan melanjutkan hidup lebih lama
atau minimal menjadi sehat meski tidak dalam waktu yang singkat untuk kembali menjadi
sehat. Aku baru saja menyempatkan membaca data BPS tahun 2012 tentang jumlah
rumah sakit di indonesia. Tapi sudahlah, pusing melihat data itu.
Mengapa masyarakat lebih percaya dan meletakkan harapan untuk melanjutkan
hidup sehatnya pada para ilmuwan atau kepada para pakar [yang menghabiskan
waktunya untuk melakukan penelitian dalam waktu yang panjangnya tidak
terkatakan] di bandingkan rumah sakit. Bukankah rumah sakit juga di penuhi para
ahli di bidangnya. Entahlah...! Bila saja jumlah para ahli yang tekun meneliti
jumlahnya semakin banyak dan semua mengabdi untuk melayani betapa sehatnya
negeri ini. Tidak ada lagi pasien yang duduk di emperan dengan lalat-lalat
sebesar bijih jagung yang berterbangan di sana-sini, karena bau luka penyakit pasien
yang mengundang selera lalat. Masih hangat, perihnya saat beberapa tahun lalu aku mengunjungi
seorang pasien yang tinggal di ruang bangsal. Sudahlah, aku sedang tidak ingin
membahas ini.
***
Dear Sensei, apa kabar Sensei hari ini? Sudah dua hari tak ada
suara Sensei. Sensei bilang hari sudah berubah di Indonesia. Berangkat ke rumah pulang ke kantor. Hari
adalah melayani, istirahat adalah shalat dan makan sejenak. Tapi tidak juga
begitu. Karena yang aku tahu Sensei juga sudah lupa kapan terakhir kali makan
nasi. Ah Sensei...
Sensei semoga sehat di sana. Sensei bilang. “ayo sana amati. Ada apa di negeri-negeri kalian. Mengapa negeri orang
bisa dengan mudah hidup tertib. Mengapa jepang cepat bangkitnya, mengapa
Jerman, China dan negara-negara besar itu sedemikian cepat menjadi besar. Ada
apa sebenarnya. Sana pergilah dan kalian pelajari, teliti dan pelajarilah kondisi
sosial, teknologi, masyarakat, budaya. Jangan hilang begitu saja dan tiba-tiba waktu
telah membawa kalian pulang ke Indonesia.”
Dear Sensei, yang suka makan duren. Yang mau mengangkatkan
koper-koper kami kala perjalanan jauh. Yang rela mengantrikan tiket kami dalam
perjalanan. Yang selalu rajinmenanyakan apakah kami sudah makan siang dan memastikan semua baik-baik saja. Semoga Sensei sehat. Aku tahu penyakit berlabel “Kanker” itu
sesuatu yang sangat mengerikan. Pasien datang dengan berbagai keluhan. Dan semuanya
tentang Kanker. Dengan usia pasien yang bahkan divonis menghitung hari. Tapi Sensei bilang dengan bahasa yang selalu menghidupkan
harapan, “kalau kanker otak masih agak lebih
mudah in sha Allah, andai mau makan dengan baik.” Aku tahu Kanker bukan
perkara sederhana. Tapi bahasa “harapan” ini 9999X lipat lebih penting dan
menyehatkan dari para ahli dokter mana pun di dunia ini.
Dear Sensei. Aku tahu ini amanah yang berat. Tapi Sensei tidak
pernah menunjukkan beratnya amanah itu. Selalu bilang “cintailah passion
kalian. Kemoon Eropa waktunya bangun, jangan banyak tidur.” Sebelum fajar Eropa
bergeliat, Sensei di Asia sudah menanyakan apakah tim ini sudah siap, apakah tim itu sudah
oke, bagaimana dengan pasien untuk bulan ini, bulan depan dan bulan depan selanjutnya. Dan
dimalam hari ketika Eropa kembali menarik selimut, Sensei masih juga bekerja,
menghitung data, memonitoring ini dan itu. Bahkan pada padatnya pasien yang
datang Sensei masih sempat mengajak kami membicarakan kultur, membahas sosial
masyarakat, membicarakan teknolgi terbarukan, mengajak menulis, membuat
catatan, menjawab puluhan pertanyaan kami, pun juga terkadang menggila dengan bernanyi TRY, TRY, and TRY.
alm. cik yam [salah satu warga SAD program
Pemberdayaan Masyarakat, oleh Tim Al-Ardvici MITI KM]
Where there is desire
There is gonna be a
flame
Where there is a flame
Someone’s bound to get
burned
But just because it
burns
Doesn’t mean you’e
gonna die
You’ve gotta get up
and try try try
Gotta get up and try
try try
You gotta get up and
try try try
Ah sensei...aku tahu itu bukan perkara ringan dan sederhana.
Tapi
Sensei tidak pernah mengeluh sekali pun.
Itu yang aku tahu.
Salam Pada sebuah Musim dari kami,
MITI OESD team yang narsis dan keren ini :p
Turkey 31 Oktober 2013
-Sakura Romawi Timur-
No comments:
Post a Comment