Reminder

"Beri aku pelajaran TERSULIT, aku akan BELAJAR" Maryamah Karpov

Wajahku sujud kepada Allah yang menciptakannya, dan yang membuka pendengaran dan penglihatannya

Dengan daya dan kekuatan dari-Nya, maka Maha Suci Allah, Sebaik-baik pencipta

(Tilawah Sajadah)

Wednesday, September 16, 2020

Cerita Bersambung Rumbel Menulis IIP Depok Part 5

Cerita Bersambung Rumbel Menulis 

Institut Ibu Profesional (IIP) Depok Bagian 5

https://www.radarcirebon.com/

Bismillah...

Halo semuanya, jadi ini ceritanya kata tim pengurus rumbel menulis IIP Depok, merupakan salah satu even penutup dipenghujung program semester ini. Cerita berantai yang ditulis oleh beberapa anggota rumbel menulis.

Tokoh cerita terdiri dari Tejo sebagai suami, Suti sebagai isteri dan Tati anak dari keduanya berusia 2thNah, jadi buat kamu yang penasaran dengan cerita sebelumnya, silahkan ikuti tautan berikut ini ya. 

https://shireishou.com/event-cerita-sambung-rumbel-menulis-iip-depok-part-1/ (Bagian 1)

https://mamaharetuti.blogspot.com/2020/09/cerita-sambung-iip-depok-part-dua.html?m=0 (Bagian 2)

https://mamauway.wordpress.com/2020/09/14/cerita-berantai-rumbel-menulis-ip-depok/ (Bagian 3)

https://nurirrahmahnasution.blogspot.com/2020/09/cerita-bersambung-rumbel-menulis-iip.html (Bagian 4)

Fikirannya menjalar kemana-mana.

Sudah pukul 21:00 WIB, belum juga ada tanda-tanda suami yang sangat dikasihinya itu pulang. Padahal biasanya Tejo selalu sudah sampai di rumah sebelum matahari genap tenggelam. 

Sudah sejak sesorean Suti menelpon Tejo berulangkali, namun tidak pula ada jawaban. Hanya terdengar suara operator dari ujung telpon "nomor yang anda tuju sedang tidak aktif." Sudah belasan pesan pula yang Suti kirimkan lewat Whatsup,  centang satu.  

Semakin tidak karuanlah fikiran Suti malam itu. Hatinya resah bukan kepalang. Bolak-balik keluar masuk kamar. Sebentar-sebentar melihat jam, sebentar-sebentar membuka pintu rumah. Barangkali suaminya sudah datang.

Ia paksakan pula kakinya yang kurus itu melongok ke lorong-lorong jalan tikus diantara bedeng-bedeng kontrakan. Kalau-kalau suaminya itu masih di jalan. Kalau-kalau suaminya singgah di rumah tetangga kontrakan.

Namun lagi-lagi, hanya malam yang semakin sunyi dan pekat saja yang Suti jumpai.

Ditanyakanlah pada setiap orang yang lalu lalang, tetangga kontrakan, tukang ojek, sampai supir angkot yang biasa mangkal di ujung gang. Semuanya seperti bersepakat, menggeleng tidak tahu.

"Abang...abang dimana?" gemetar bibir Suti memanggil suaminya. Ia gigit bibirnya menahan tangis menuju rumah. Jantungnya berdebar kencang penuh rasa tanya dan kecemasan. Jika tidak ingat sedang menggendong Tati ingin rasanya ia ke pabrik tempat suaminya bekerja malam itu juga.

***

Pukul 22:00 WIB, Suti kembali ke rumah. Ia tutup pintu rumahnya dengan fikiran yang berkecamuk. Duduklah Suti di kursi tua tempat Tejo biasa menghabiskan makan malam selepas dari pabrik. Segelas kopi hitam dan tahu goreng yang  disiapkan untuk Tejo sudah dingin...

Entah bagaimana perasaannya malam itu. Tidak bisa lagi ia sembunyikan rasa cemas, takut dan sedih. Suti ingat-ingat pula kejadian kemaren. Barangkali ada laku atau ucapannya yang telah membuat suaminya kesal dan marah. 

Apakah mungkin karena Suti terlalu berlebihan dengan protokol Covid terhadap suaminya itu?

"Abang, maafkan Suti jika itu membuat abang marah..." Suti merintih. Matanya sudah basah, ditambah lagi suara Tati yang tidak berhenti memanggil-manggil Bapaknya, "Bapak...bapak, mana..."

Suti memejamkan mata, menidurkan putrinya dalam tanya dan harap. 

"Sabar ya Nak, insya Allah Bapak pasti pulang ke rumah," bisik Suti dengan sesenggukan. Ia benamkan wajah buah hatinya yang polos itu dalam pelukannya.

Masih ada hari esok, Suti berharap mungkin besok pagi suaminya Tejo akan pulang mengetuk pintu rumah. Ya, semoga...

***

"Assalamualaikum, Bu Sutiii," terdengar suara memanggil-manggil setengah berteriak dari luar rumah. Suti terbangun gelagapan. 

Setengah berlari Suti menuju pintu rumah. Terhuyung-huyung tubuhnya membuka slot kunci pintu yang mulai berkarat. Suti ketiduran selepas shalat subuh, masih mengenakan mukena. Dengan raut wajah kusut sisa menangis semalaman, Suti membuka pintu rumah.

Dadanya bergetar saat ia membuka pintu. 

"Ada apa Pak RT?" tanya Suti. Tidak biasanya Pak RT bertamu pagi-pagi sekali seperti ini.

Seorang laki-laki berkopyah putih, yang dipanggil Pak RT berdiri tak jauh jarak beberapa meter dari depan pintu rumahnya. Lengkap dengan masker dan face shield pelindung virus.

***

Tejo positif COVID-19! 

Begitu keterangan dari petugas satgas COVID. 

Seketika, bagai runtuhlah dunia Suti rasakan. Lantai kasar tempatnya berpijak bak berguncang. Tubuhnya melayang antara bumi dan langit, nyaris saja Suti terjatuh ke lantai. Ia tahan-tahan hatinya dalam istighfar, "astaghfirullahaladzim..." Pecahlah tangisnya di pagi yang embun itu. 

Berdasarkan keterangan pak RT bahwa pabrik tempat suami Suti bekerja kamren mengadakan tes SWAB masal untuk seluruh buruh. Buruh yang hasilnya positif serta menunjukkan  gejala sakit seperti demam, batuk atau sesak nafas langsung di bawa ke rumah sakit untuk di isolasi. 

Maka selama 14 hari ke depan, Suti dan buah hati kesayangannya resmi tercatat sebagai ODP. 

"Ya Allah..Gusti...ampunilah kami. Selamatkan kami dari wabah dan bencana ini," lirih doa Suti dalam sujud panjangnya. Ia pandang-pandangi wajah putri kecilnya yang masih tertidur lelap. Terasa sesaklah dadanya, apa yang harus ia lakukan. 

Air matanya menganak sungai...

Bersambung...

Note : Cerita ini akan dilanjutkan oleh penulis berikutnya ya. Selamat menantikan :)










 

No comments: