"Jika pun tidak, maka aku berdo'a agar Allah perkenankan aku bertemu
dengan murid yang sungguh tekun dan bersungguh-sungguh itu..."
SIYAH sadece kıranlık ve boğulma değil
HITAM -HANYA tentang KEGELAPAN, dan hılangnya NAFAS- TIDAK
ilmu dan pengetahuan adalah WARNA, Kesuksesan adalah WARNA
[quoted from -BLACK- movie]
gedung sekolah madrasahku, di kampung halaman, singkut
[seorang guru adalah seseorang yang mampu
MENGUBAH sesuatu yang SULIT menjadi MUDAH]
pepatah Turki
Kali ini aku sedang tidak becanda. Seperti yang biasa aku lakukan pada catatan harianku **haramain. Seumur hidupku, baru hari kemaren 9 Desember 2013 aku shalat TANPA niat yang dilafazkan sebagaimana yang selama ini aku lakukan. Cukup di dalam HATI dan tanpa disertai lafaz niat, baik dalam bahasa Arab mau pun bahasa lainnya. setelah sekian lama aku menghabiskan waktuku belajar di sekolah-sekolah agama, tapi baru kemaren sore aku -mengamalkan- penjelasan bapak Nuryakhman 12 tahun yang lalu, guru Fiqihku saat di Tsanawiyah -bahwa niat cukup di dalam hati, tidak harus berupa lafadz- Dan itu aku belajar darimu "guruku..the haramain" pada sebuah benua. Sukran jazakallah, "semoga Allah selalu menjaga kita..." Ini sebuah do'a tulusmu. Aamiin ya Rabbana, in sha Allah.
***
Kepada seorang guru...
di sebuah Benua yang langitnya Bercahaya
Aku bertanya pada diriku sendiri, mengapa ada banyak guru HEBAT di dunia ini? Sungguh! Menjadi sukses itu sangat menggembirakan, akan tetapi pagi ini baru aku tahu makna sesungguhnya bahwa -akan tetapi mencetak murid-murid menjadi hebat dan sukses itu jauh LEBIH menggembirakan, meski itu -hanya seorang murid saja- dan itu adalah "engkau." Pada sebuah mimpi sang guru. Itu adalah sebaik-baik WARNA. Dan rasanya sulit aku mencerna, keadaanku yang terlahir dari perkampungan yang listriknya ngadat sepanjang tahun dan kini aku dapati diriku sendiri mendengarkan profesor-profesor terbaik menjelaskan ilmu yang aku telah dibuat jatuh cinta padanya "Education of Psychology," bagaimana peran guru dan orang tua dalam membangun diri sang anak "MENJADI."
Aku tahu. Tidaklah aku perlu belajar mengarungi negeri yang jauhnya bermil-mil ini, meninggalkan tanah kelahiranku hanya untuk mendefinisikan bagaimana membangun kesuksesan murid dan anak, apa lagi mengajarkan materi akhlak. Di tanah air ada banyak guru yang mengajarkan materi pendidikan moral, akhlak atau pun karakter, tapi sekali lagi aku mencatat bahwa rasanya baru 2 minggu yang lalu aku belajar dan memahami definisi terbaik di sepanjang aku belajar dan menempuh berbagai jalan yang panjang, menanjak dan membuatku setidaknya mampu bertahan hingga pada detik ini. "Kelak ajarilah anak-anakmu Al-Qur'an, niscaya kebaikan apa pun akan menyertainya "[sebuah pesan]. Dan baru aku fahami pagi ini, di tempat yang aku harus percaya, bahwa aku telah benar-benar sampai dan berada di sini, Turkey. Dan itu aku belajar darimu. Guruku...
***
Kepada seorang guru
di sebuah perkampungan Melayu
Yang aku datang padanya di sebuah pagi dengan kertas di tangan. "Pak Guru tolong ajari aku bagaimana menuliskan ide ini, aku ingin mengikuti sebuah lomba." Permintaan seorang mahasiswi berkaca mata dengan bingkai merah hati pada pukul 06:30 di sebuah rumah. Seseorang yang di panggil Pak Guru memandang mahasiswi itu, tersenyum dan lalu berkata "oke, besok temui Bapak lagi di ruang Fakultas Pertanian ya." Sangat singkat, hanya itu yang di terima oleh sang mahasiswi berkaca mata merah hati. Tapi di sepanjang perjalanan kembali menuju kampus hatinya riang tidak terbantah. "Hari ini aku punya guru baru yang berasal bukan dari Fakultasku, guru yang aku percaya ia akan membantuku menuliskan ide ku ke dalam kertas."
Itu bukan hitungan tahun yang singkat Pak Guru membimbingku menulis, selalu menyediakan waktunya meski di waktu yang sangat tidak mungkin di penuhi oleh para -guru- kebanyakan [kesibukan dan sebagainya]. Tapi rasanya aku belum pernah menemukan -guru- yang selalu mengatakan "oke" untuk memenuhi bahwa aku butuh berdiskusi untuk setiap tulisan-tulisanku. Dan itu adalah Beliau Pak Dede Martino, yang darinya aku belajar -pengabdian- belajar bagaiaman beliau menghabiskan dan mendedikasikan waktunya untuk masyarakat. Rumahnya yang tidak pernah sepi dari tamu, selalu ramai dengan kunjungan tidak hanya tamu-tamu besar kenegaraan, tapi juga mahasiswa yang jumlahnya bukan tentang satu dua tiga, pun murid-murid dari berbagai sekolah yang hampir setiap pekan selalu ada yang berkunjung ke rumah beliau. Pak Dede Martino, yang bahkan pada detik sebelum aku ujian wawancara beasiswa Turkey, beliaulah yang membimbing menjawab semua hal yang aku ragu untuk menghadapi hari esok. Beliaulah yang mengantarkanku menjadi jawara tanpa ampun dalam beragam lomba, bahkan pada semua even yang aku merasa tidak layak menjadi juara di sana. Beliaulah yang selalu mampu membuatku mempercayai kata-katanya "mari kita wujudkan, menjadi juara sebelum kejuaraan itu sendiri di mulai." itu adalah kalimat yang selalu beliau ucapkan setiap kali aku datang dan mengatakan "tapi."
Kepada seorang guru
di sebuah kampus Pinang Masak
Ia adalah seorang dosen dengan tinggi semampai berjilbab rapi. Penampilan yang sepertinya sulit di percaya bahwa beliau dosen yang supel. Kaca mata yang ekslusif dan pakaian yang tentu juga mahal itu. Tapi lihatlah lebih dekat, sedekat engkau merasakan makna "rindu" dalam hatimu. Maka begitulah dekat dan pribadi yang memang selalu di rindu -sosok tinggi semampai yang biasa aku panggil Mam Una [Fortuna Sari]. Beliau adalah dosen pembimbing akademikku selama menempuh perkuliahan S1. Yang menemaniku membaca setiap angka-angka dan nilai-nilai perkuliahan yang aku peroleh pada setiap akhir semester. Yang selalu rajin menanyakan apakah akademikku baik-baik saja, yang ketika aku datang dan menyampaikan bolehkah aku ke rumahnya belum pernah sekali pun beliau mengatakan "di kampus saja."
Itu sungguh hadiah terbaik yang pernah aku terima mam, pun ketika pada suatu magrib aku terpaksa memaksa mam untuk memenuhi permintaanku untuk membantu melengkapi surat-surat rekomendasi beasiswaku. Aku membutuhkan tanda tangan mam serampung magrib. Sungguh, aku tidak mendengar engkau "mengaduh" karena berat dan lelah karena telah berada di rumah. Engkau selalu buka pintu rumahmu untukku, bahkan pada kondisi terlelah sekali pun. Engkau yang selalu tidak pernah mengatakan "Judulmu skripsimu Jelek dan tidak cocok" meski pada waktu yang sama dosen lain mempermalukanku di ruang dosen dengan mengatakan bahwa aku "sok pintar dan tidak layak untuk menulisnya."
Kepada seorang guru
di sebuah gedung Klinik Kesehatan
Jika definisi istirahat hanya ada ketika makan dan shalat, maka darinyalah aku belajar sosok guru yang tidak setiap waktu aku bisa menyaksikan dengan mata kepalaku. Sosok guru yang gema -sakura- nyalah yang membuatku menyimpan dan meyakini cita-cita bahwa aku akan mengikuti jejak beliau. Menelusuri negeri-negeri yang di sana aku akan belajar banyak hal definisi dari -WARNA- akan aku temukan wajah-wajah baru dari warna kulit yang berbeda, akan aku temukan bagaiaman WARNA pemikir-pemikir besar mendesain peradaban, akan aku temukan bagaimana beragam WARNA bahasa dari berbagai dunia di tuturkan.
Pada sebuah tahun ketika aku hanya seorang peserta sebuah acara seminar. Duduk di pojok memandang sosok pmbicara yang sangat gemar bergurau. Menyimak dengan hati-hati setiap apa yang beliau sampaikan pentingnya membangun sebuah peradaban -melalui- budaya inovasi. Mengisahkan sebuah negeri dimana Teknologi mampu "mengendalikan kehidupan." JEPANG! Dan itu adalah engkau Sensei Edi Sukur. Dari beliau aku tidak hanya belajar tentang mari "bermimpi" akan tetapi aku juga belajar mencelupkan warna yang melebihi 12 warna pensil. Beliau yang tidak pernah enggan membalas dan menjawab puisiku saat aku menulis puisi di hari miladnya. Beliau yang tidak pernah ragu berbagi tentang ribuan pasien dengan jenis penyakit yang sangat mengerikan dan membuatku mampu mendefiniskan betapa berharganya menjadi sehat.
Dari beliau aku belajar tentang perusahaan-perusahaan berkelas dunia seperti Facebook, Apple bahkan Google sekali pun secara langsung. Beliau yang rela berbagi dengan detail dan sabar bagaimana perusahaan-perusahaan berkelas dunia itu memainkan peran global. Beliau yang tidak pernah menolak menjawab semua keingintahuan dan semua tanyaku di tengah kesibukan mengurus ribuan pasien yang tidak mampu aku bayangkan bagaiaman beliau membagi waktunya. Kepada pasien dan keluarganya. Aku belajar satu hal sederhana dari beliau sungguh betapa menyenangkannya menjadi pribadi yang periang dan tidak pernah ragu membantu dan membagikan semua kisah di balik maaf "pasien-pasien penderita KANKER," [semoga Allah memberikan kesembuhan terbaik, aamiin in sha Allah]. Dear sensei, darimu aku belajar menjadi pribadi yang ringan tangan, sekali pun untuk mengangkatkan koperku saat bepergian mengisi seminar yang sama.
Kepada seorang guru
di sebuah gedung asrama RCQ
Engkau adalah sosok yang berbeda. Aku masih ingat saat aku menghabiskan di sepanjang tahun 2011 serampung wisuda dengan duduk bersamamu. Hari itu engkau berkenan menjadi guru bagiku. Menerimaku ketika aku datang ke padamu. Engkau yang mendelik dan menggelengkan kepalamu ketika aku berusaha dengan keras menghafal menyetorkan surat-surat pendek di depanmu. Dan pada hari yang lain kita saling mengejek dan tertawa terbahak di atas motor saat engkau mengisahkan "kisah pertemuan" dengan sang Ustdz, suamimu ya ustdzah. Pun pada hari yang lain engkau dengan tekun mendengarkan keluhku saat aku menceritakan bahwa aku sedang resah memutuskan. Engkau tidak hanya guru, teman dan kakak bagiku. Engkaulah Ustdzahku ya Ustdzah. Jika ada sosok yang -memarahiku- di ujung telepon karena aku lalai tidak mengokohkan niatku untuk melanjutkan menghafal surat-surat pendek maka itu adalah dirimu. Jika ada sosok yang menanyakan bagaimanakah kabar cita-cita akhiratku. Maka itu adalah engkau. Jika ada yang mengingankan agar aku menjadi muslimah seutuhnya yang layak menjadi seorang Hafidzah maka sekali lagi itu adalah engkau. Ustdzahku, Yeni Ja'far. Yang darinya aku belajar bagaimana mendidik putra-putranya menjadi hafidz, yang darinya aku belajar bagaimana mendidik masyarakat mencintai AL-Qur'an, dan yang darinya aku belajar bagaimana menjadi istri bagi suamimu, menjadi umibagi ke 4 putramu, menjadi da'iyah bagi masyarakatmu, dan menjadi guru bagi semua murid-murid yang tidak pernah berhenti mencintaimu.
Kepada seorang guru
di sebuah gedung rumah sakit
Engkau yang mengajariku agar aku menjaga kesungguhanku untuk menulis. Aku tahu teteh, ada banyak hal yang ingin aku tuliss tentangmu. Meski rasanya baru kemaren sore kita menjadi begitu akrab. Satu hal sederhana yang aku sungguh tidak bisa membohongi hati kecilku adalah, sudah lama aku mencari seorang guru yang dengan tulus dan rela menjadi guru bagi tulisan-tulisan curahan hatiku ini. Sudah lama aku menginginkan menjadi seorang murid pada kegemaranku ini. Dan sekali lagi di tempat inilah aku menemukan jawaban-jawaban itu. Terimakasih teteh telah berkenan bagiku menimba ilmu. Menjadi Guru bagiku untuk menulis. Dan perjalanan masih panjang sekali. Aku akan berusaha untuk istiqomah mencatat semua RASA dan WARNA itu in sha Allah. Semoga lekas sembuh teteh, I love you...sepotong catatan kecil kepada teteh pipiet senjaku.
Ankara, Turkey
Selasa, 10 Desember 2013
Sakura Romawi Timur
**apa pun, semoga baik in sha Allah...
**apa pun, semoga baik in sha Allah...
2 comments:
aamiin YA Rabb
aku jadi ingat dg para guruku :)
aamiin ya Allah, terimaksh dek echa...**semangat ODOZ ^^
Post a Comment