Reminder

"Beri aku pelajaran TERSULIT, aku akan BELAJAR" Maryamah Karpov

Wajahku sujud kepada Allah yang menciptakannya, dan yang membuka pendengaran dan penglihatannya

Dengan daya dan kekuatan dari-Nya, maka Maha Suci Allah, Sebaik-baik pencipta

(Tilawah Sajadah)

Wednesday, May 23, 2012

Kisah Pemulung # 1 Belajar dari Akbar Kecil

Hooaaheemm....
masya Allah sudah ngantuk banget. Alhamdulillah, akhirnya tunai 2 hari dapat shaum rajab. Senang sekali rasanya ya Allah. Dan kejutan dari Allah hari ini adalah, aku bisa buka puasa rajab bareng emak dan Bapak. Keduanya datang ke Jambi. Alhamdulillah untuk hadiah hari ini ya Allah...Sungguh Engkau Maha Baik dan Pemurah...

Dear Bintang

Hari ini seharian di galery, alhamdulillah bisa murajaah sebentar terus banyak bungkus-bungkus produk sambil diskusis iampaijelang ashar. Ba'da Ashar ngajar anak-anak kampus ma'had IAIN, sampai di sana tak fikir uda ketinggalan kelas. Tapi rupanya masih sepi. Aku duduk di depan kelas sambil ngulik-ngulik hp. Dari jauh aku mulai tertarik sebenarnya. Ada sebuah pemandangan yang membuat hatiku berdesir-desir. Seorang pemuda kecil yang sering mengumpulkan aqua botol bekas di sekitar kampus IAIN (Pemulung). Kebetulan anak-anak kampus belum pada datang, aku tidak tahan untuk tidak memanggilnya. Aku memanggil adik kecil itu, untuk mendekat padaku. Ohh...adik kecil sayang...tubuhmu kecil, hitam dan iba sekali aku melihatnya.

"Siapa nama adik..?" 
"Ayo sini duduk samping kakak."

Aku berusaha menyapa bocah kurus, hitam dan kecil itu. Ia mendekat ragu dan meletakkan karung wadah botol bekas di dekat rumput tempat ia beristirahat.

"Bawa ke sini saja karungnya." Pintaku.

Dia datang mendekat. Dengan senyum tersimpan. Malu-malu dan segan padaku.

Singkat cerita. Aku berbincang-bincang dengannya. Hatiku malu dan menjerit-jerit memukul-mukul batinku sendiri. betapa bocah kecil hitam kurus itu jauh lebih mulia dari padaku. Akhlaknya...ALLAHU AKBAR!!! Aku memeluk pundak kurusnya. Adik sayang...

"Akbar di mana rumahnya..." Pertanyaan konyolku

"Di GP kak.." Singkat

"Akbar sekolah...?" Tanyaku menggantung.

"Iya, kelas 2"

"Subhanallah..., terus jam berapa mulai kerjanya."

"Jam sebelas kak"

"Sampai jam berapa..?" Mataku berkaca-kaca

"Jam enam sore.."

Darahku berdesir-desir...

"Akbar kerjanya emak dan bapak yang minta kerja atau akbar mau sendiri?" Aku berhati-hati.

"Akbar mau sendiri Kak.." Polos...

Allahu ya Karim...

"Berapa Akbar dapat jualnya.." Aku takut...

"15 ribu.." tenang dan polos..

Aku merintih...

"15 ribu...?" Berhati-hati...

"Setiap hari dapat 15 ribu..?"

"satu minggu..." Tulus...dan polos..

Hatiku menjerit. Memukul-mukul ketidak pandaianku untuk bersyukur lebih banyak. Aku bisa berwirausaha, aku bisa mengajar anak-anak, aku bisa mengajar mahasiswa, aku bisa menjadi pembicara, aku bisa menulis, aku bisa mengikuti proyek, aku bisa ini dan itu...yang semuanya bisa menghasilkan uang yang lebih dari cukup untuk menghidupi kehidupanku yang masih sendiri ini. Alangkah tidak pandainya aku bersyukur ya Rabb...
Aku takut....

"Emak Akbar kerja di mana dek..?" menyelidik

"Emak kerja ngepel di fakultas adab kak.."

PLAK! Hatiku tertampar! Keras...

"Bapak...?" Aku mengkerdil.

"Bapak tukang kebun, gunting rumput di kampus sini kak.."

Allah..Allahu ya Malik.

Aku tidak tahan. Ku tahan hatiku. Mencoba tersenyum.

"Akbar anak ke berapa dek?" Konyol sekali.

"Ke lima kak." Matanya bening.

"Berapa saudaranya.." Aku sangat cerewet sekali.

"Enam kak.."

"Tinggal serumah?" Pertanyaan aneh.

"Satu di sengeti, yang lain satu rumah." Poloss...

Aku merinding. Allah sungguh MAHA Mencukupkan. Hanya bagi hamba-Nya yang pandai BERSYUKUR. Aku kerdil dan semakin takut ya Rabb...

"Akbar bisa mengaji?"Ingin tahu.

"Bisa Kak." Mengangguk senang.

"Belajar dengan siapa Akbar?" Aku ingin tahu.

"Belajar dari sekolah kak." gembira

Allah. Itu artinya seminggu sekali. Dan dia bersykur dengan hal itu. Alangkah bersunguh-sungguhnya dirimu Akbar kecil.

"Cita-cita Akbar pengen jadi apa Dek nanti?" Takut..

"Jadi Dokter Kak."

Subhanallah.

"Kenapa?" Cerewet sekali aku.

Akbar diam. Wajahnya tdak menunjukkan kalau ia lelah menjawab pertanyaanku. Ada yang ia simpan dari bening bola matanya. Membisu.

"Akbar ingin jadi dokter hewan atau dokter orang." Aku berhati-hati.

"Orang Kak.." Singkat

"Kenapa tidak nyuntik hewan saja." Aku aneh.

"Biar bisa ngobati teman akbar yang sakit." Halus...

Aku takut bertanya macam-macam. Apakah ia tengah mengalami kasus temannya yang sakit parah? Tidak terobati? Tidak ada biaya? Tertunda operasi? Atau...Fikiranku kacau.

"Akbar juara berapa di sekolah?"

"Juara satu Kak."

ALLAHU AKBAR!!!

Dengan segala keterbatasan, tidak membatasinya menjadi PRIBADI TERBAIK.

Ramai mahasiswa mulai berdatangan.

"Kalau Akbar lewat depan gallery kakak, main ke sana ya, Akbar mau bantu kakak bikin mainan ya."

Aku menunjukkan sebuah galery kecil di sudut seberang jalan kampus. Akbar mengangguk. Dan sebuah pena berkepala singa dengan cahaya lampu, pena koleksiku kenang-kenangan dari Santy sepulang dari Singapore aku berikan untuk Akbar.

"Akbar pena ini buat Akbar ya, kejar cita-cita Akbar." Aku gemetaran.

Gigi akbar terbuka dengan senyumnya yang tanpa kikik tawa.

"Kalo pas lewat galeri kk di sana. kita jumpa dek ya. Akbar paggil kakak evi ya." 

Akbar tersenyum. Matanya bening. Menunjukkan kegembiraan. Aku tidak bisa menerjemahkan.

***

Kampus sudah ramai..

***

Terimakasih untuk hari ini ya Rabb...

***

Haaa...misss Eviiiiiii.......
Gemuruh suara mahasiswaku mengejar tangan dan memelukku.

Yah...ini pertemuan awal, setelah 2 minggu aku izin tidak mengajar mengikuti agenda musabaqah.



No comments: