Waktu & Bahasa Cinta
Ada perasaan gembira, saat
membaca tema pada misi penutup di kelas matrikulasi IIP kali ini. Satu perasaan
halus yang perlahan menyesap ke dalam hati; ada rasa kerinduan, rasa cinta,
keharuan dst tiba-tiba datang silih berganti. Juga kenangan yang bermunculan
dan datang bergantian satu sama lain. Ya, saya menyukai dan menikmati tantangan
ini, menulis “Surat Cinta,” kepada suami.
Kapan terakhir kali menulis
obrolan cerita indah lewat tulisan? Untuk orang yang paling engkau kagumi? Untuk
orang yang engkau harus berbakti? Acapkali kita melewatkan satu waktu ke waktu
lainnya dengan hilang begitu saja, tanpa jejak. Tanpa bahasa, tanpa rasa.
Padahal alangkah mahal dan berharganya waktu itu. Ia adalah senjata bagi orang
yang memancangkan azzam dan ikhtiarnya mengejar doa dan cita-cita. Ia adalah
kunci dari semua kunci pintu kemenangan. Bila kita mampu bertempur dengan waktu
maka kita pun akan siap berlaga di medan juang. Waktu seperti saat engkau
tertinggal pesawat hanya dalam hitungan menit, seperti saat engkau terlambat
mengejar bis di kota yang gersang, seperti pada saat kereta melaju kencang dan
engkau yang tengah bersusah payah berlari, harus kalah dengan waktu sebab
tertinggal waktu 3 menitmu. Begitu berharganya waktu, hingga Allah pun bersumpah
dengan waktu “Demi Masa.”
Sejatinya begitulah pula
demikian, kita menanam dan merawat cinta kepada orang-orang yang denganya Allah
ridha canda dan tawamu menjadi bernilai pahala, bahasa dan manjamu menjadi emas
dan tabungan surge. Yang sapaan ceriamu menjadi cahaya di hari yang tak aka
nada lagi yang bisa menolong, melainkan amal dan bakti kepada Rabb, termasuk
diantaranya adalah bakti kepada suami. Saya menyambut gembira misi kali ini,
dengan perasaan dan mata yang berkaca-kaca. Alhamdulillah, akhirnya subuh tadi
berhasil menyelesaikan misi ini sebelum suami siap kembali bekerja dan
menggunakan leptopnya.
Ada kekakuan yang tiba-tiba
menyeruak saat pertama kali akan menuliskan tentang apa yang harus saya tulis.
Sejak semalaman sudah duduk di depan leptop dan mulai hendak menulis, namun
stuck hanya bertahan dalam 2 paragraf singkat. Entahlah apa yang tengah saya
fikirkan hingga ada sesuatu yang tertahan untuk ditulis. Alhamdulillah,
keesokan harinya di waktu subuh saya kembali duduk, dan kembali pula untuk
menulis surat untuk orang yang padanya baktiku harus berlabuh. Alhamdulillah,
akhirnya tumpah ruahlah semua isi hati di dalam surat itu, tidak banyak hanya 3 halaman kerta A4. Sejujurnya ada rasa
kegembiraan, keharuan, kesenduan, suka cita yang menyatu saat menulis lebih
tepatnya curhan jiwa itu, hahaha. Juga perasaan dan wajah yang tiba-tiba lebih
merekah plus senyum-senyum sendiri saat membayangkan bagaimana reaksi Mas Faris
saat membaca surat itu.
Alhamdulillah, pukul 06.00
WIB pagi hari saya menyelesaikan tulisan itu. Lalu diam-diam menyelipkannya dileptop
yang bisa suami gunakan untuk bekerja. Surat itu saya ikat dengan pita berwarna
pink, wkwk. Sebagai tanda bahwa surat itu berisi curahan hati dan segenap rasa
cinta, yang biasa disimbolkan dengan warna merah atau merah muda. Pagi tiba,
dan kami melewati pagi dengan rutinitas seperti biasa, anak-anak sarapan
bersama ayahnya, cerita-cerita kesana kemari. Kebetulan pagi ini kami menikmati
nasi goreng, mentimun, salad buah, dan tempe goreng. Anak-anak juga merasakan
suasana sarapan yang selalu menyenangkan. Kami selalu melewati waktu sarapan
ini dengan bersama-sama. Tidak terkecuali jika sang Ayah harus masuk kampus dan
mengajar pagi.
Usai sarapan, anak-anak
meminta untuk dapat mandi dan bermain di pancuran air di halaman rumah
belakang. Anne setuju dengan ide Mbak Nana. Akhirnya Anne menemani anak-anak
bermain air dan mandi di air pancuran halaman belakang rumah sepuas hati.
Sementara Ayah yang sudah bersih telah siap bekerja kembali di depan leptop. Ayah
sedang menyelesaikan satu project buku terjemahan, dimasa liburan kampus.
Suasana di dalam rumah hening, saya sedang menduga-duga apakah suami tengah
membaca surat itu, apa yang sedang rasakan dan difikirkan suami terhadap surat
yang ditulis isterinya. Ya Allah, terus terang saja saya merasa deg-degan,
senyum-senyum sendiri meski tengah menemani anak-anak yang ramai, pun juga merasakan
getaran cinta yang tiba-tiba mekar merona seperti saat pertama kali mengenal
suami, hahahaha. Masha Allah, thank you IIP.
Usai anak-anak mandi, juga
usai saya bacakan beberapa buku dan menemani waktu bermain. Saya dengan
perasaan deg-degan memberanikan diri memasuki ruang kerja suami, wkwk. Padahal
bisanya saya biasa saja menyatakan cinta kepada suami. Namun kok lewat surat
kali ini rasanya ada yang sangat spesial yaa…haha. Begitu masuk ruang kerja,
suami menyambut dengan senyumnya yang khas. “Terimakasih cintaku, I love you.”
Begitu sambutan suami. Ya Rabb…
“Kamu nulis surat buat
Ayah?” Tanya Mas Faris.
Wkwkwk, jujur saja saya
tidak mampu menahan tawa. Pecahlah pagi tadi dengan rasa haru, tawa, dan
gembira campur jadi satu. Perlahan saya tahan pula rasa malu untuk bertanya apa
yang dirasakan suami saat menerima surat itu.
“Mas suka ndak dengan surat
Anne?” Tanya saya ditahan-tahan.
“Senanglah…Ayah kira ada
tikus di leptop ayah. Kok nggk bisa di tutup rapat.” Jelas suami pada isterinya
yang pipinya sudah merona ini, antara kikuk dan malu juga. Hahaha.
“Terus…” tanya saya
penasaran.
“Eh, nggak tahunya surat
cinta,” lanjut suami.
Xixixi…sementara isterinya
ini masih dalam senang riang, agak tersipu-sipu pulalah dibuatnya.
“Makasih cintaku, I love
you.” Suara suami terdengar seperti rinai-rinai air hujan yang menyejukkan
jiwa.
Alhamdulillah…terimakasih
suamiku, terimakasih Allah. Ya Allah, ada rasa haru yang semakin tumbuh dalam
hati dan jiwa ini. Kekokohan keluarga adalah Sesutu yang tidak hanya butuh
dibangun saja, namun juga dirawat dan dijaga bersama-sama. Membangun kekohona
itu bisa dimulai dengan hal yang sangat sederhana, dan itu dimulai dari dalam rumahmu.
Menuliskan rasa cinta dan syukur kepada seorang suami.
***
Ya Allah, jagalah keluarga
kami dari segala mara bahaya. Kumpulkanlah kelak kami semua di surga firdaus-Mu.
Aamiin Allahumma aamiin.
Evi Marlina
Depok, 9 Juli 2020
No comments:
Post a Comment