sore ini...*fikiranku
Desa yang jauhnya berkilo-kilo di ujung hutan itu, adalah tempat waktuku dan 4 adik tingkatku menampung harapan. Aku tidak tahu bagaimana menghitung warna langit yang hatiku sering bilang bahwa warna "langit itu seperti warna permen 12 warna" kalo kamu ambil dari satu sisi permen, warnanya tetap sempurna, tidak berkurang.
Aku tidak bisa menggambarkan seperti apa gegap gempita suara "tarian rinai bocah hutan" yang bertelanjang dada itu dengan kaki tanpa sandal jepit. Mereka menangkap kodok di pinggir sungai, menangkap belalang di rumput liar, pun juga mengajariku bagaimana menyusuri titian kayu di atas air.
"kalo ayuk pandai berenang, kala hujan banjir melimpah, samo-samo kita berenang di sungai dekat hutan belakang rumah." Ah...AKU BETUL-BETUL INGIN MENJERIT! itu persis suara Gentong, si gundul pekat coklat 7 tahun. Yang kulitnya berkilau-kilau karena keringat matahari.
Halo kau gentong, sudah sampai mana kalian belajar membacanya, pasti kamu sekarang sudah pandai membaca merek "Kopi Bubuk" di lebel jajanan toko bu dusun ya, atau jika tidak, kamu pasti sudah pandai bilang "ini hutan saya" seperti yang diajarkan oleh pasukan2 guru baru dari kota, atau kamu sudah hafal surat-surat pendek, bukan begitu bukan? Bukankah sekarang kalian memiliki guru-guru tangguh baru yang rajin menjumpai kalian pada setiap pekannya. Emmm...tentu lebih rajin dari kedatangan ayuk ber empat ya...
Aduh...adik-adik kecilku...
di tepi hutan, Batang Hari...apa kabarkah kalian gerangan di sana. Ayuk ingin peluk kalian, atau mengobrak-abrik rambut masai di kepala kalian, atau menjewer pipi-pipi hitam kalian. Menggoda kalian dengan memaksa kalian untuk bisa "memainkan ketapel" dan menembekkannya dengan tepat pada segerombolan burung kutilang. Memaksa kalian menaiki punggung kerbau gemuk yang bauk, dan meminta kallian melompat dari satu punggung kerbau ke punggung kerbau yang lain. tidak ada hal yang lebih membuat ayuk kangen dan rindu Indonesia, selain karena mengingat Gentong Gundul, atau Siti si keriting, atau eka si putih manis, atau si leman yang bongsor, atau si budi pelukis rimba, hitam manis yang pemalu...Sungguh!
Kalian sekarang pasti sudah besar. Oh ya, bagaimana kabar Nek Yam kita, oh nenek apa kabar nenek? Nek Yam yang mengkeriput dengan semangat yang tidak bisa aku tangkap dengan "permen 12 warna" aku berharap aku bisa bertemu denganmu ketika pulang ke Tanah Air, masih bisa mempertemukan ujung hidungku mendarat pada punggung tanganmu ketika pulang ketanah air, mungkin tidak tahun ini, tapi tahun depan, ku harap aku masih bisa memandang "kelip" harapan cahaya matamu, agar aku tidak "merunduk kelu" saat aku sadari bak setahun setengah dahulu ketika aku hanya menemukan "batu nisan basah" kala mengunjungi "Datuk Samin"...
nek yam...nek siti, nek fatimah, jangan lupakan evi ya. #kalian nenek yang HEBAT! nenek rimba yang mengajariku "berani" itu seperti daun rumbai, yang dianyam dengan tangan, lalu "menjadi" manfaat bagi anak cucung. Begitu katamu...
[terimaksih buat adik2 ku yang tidak pernah lelah, melanjutkan perjuangan ini] kakak tahu ini tidak mudah, tapi kita tahu "kita selalu bisa melewati semua" bukankah begitu yang sering kita bilang di mushola di pondok hutan bukan #kakak sayang kalian...Huksss...#melerrr tisuu dek #howaaa
Desa yang jauhnya berkilo-kilo di ujung hutan itu, adalah tempat waktuku dan 4 adik tingkatku menampung harapan. Aku tidak tahu bagaimana menghitung warna langit yang hatiku sering bilang bahwa warna "langit itu seperti warna permen 12 warna" kalo kamu ambil dari satu sisi permen, warnanya tetap sempurna, tidak berkurang.
Aku tidak bisa menggambarkan seperti apa gegap gempita suara "tarian rinai bocah hutan" yang bertelanjang dada itu dengan kaki tanpa sandal jepit. Mereka menangkap kodok di pinggir sungai, menangkap belalang di rumput liar, pun juga mengajariku bagaimana menyusuri titian kayu di atas air.
"kalo ayuk pandai berenang, kala hujan banjir melimpah, samo-samo kita berenang di sungai dekat hutan belakang rumah." Ah...AKU BETUL-BETUL INGIN MENJERIT! itu persis suara Gentong, si gundul pekat coklat 7 tahun. Yang kulitnya berkilau-kilau karena keringat matahari.
Halo kau gentong, sudah sampai mana kalian belajar membacanya, pasti kamu sekarang sudah pandai membaca merek "Kopi Bubuk" di lebel jajanan toko bu dusun ya, atau jika tidak, kamu pasti sudah pandai bilang "ini hutan saya" seperti yang diajarkan oleh pasukan2 guru baru dari kota, atau kamu sudah hafal surat-surat pendek, bukan begitu bukan? Bukankah sekarang kalian memiliki guru-guru tangguh baru yang rajin menjumpai kalian pada setiap pekannya. Emmm...tentu lebih rajin dari kedatangan ayuk ber empat ya...
Aduh...adik-adik kecilku...
di tepi hutan, Batang Hari...apa kabarkah kalian gerangan di sana. Ayuk ingin peluk kalian, atau mengobrak-abrik rambut masai di kepala kalian, atau menjewer pipi-pipi hitam kalian. Menggoda kalian dengan memaksa kalian untuk bisa "memainkan ketapel" dan menembekkannya dengan tepat pada segerombolan burung kutilang. Memaksa kalian menaiki punggung kerbau gemuk yang bauk, dan meminta kallian melompat dari satu punggung kerbau ke punggung kerbau yang lain. tidak ada hal yang lebih membuat ayuk kangen dan rindu Indonesia, selain karena mengingat Gentong Gundul, atau Siti si keriting, atau eka si putih manis, atau si leman yang bongsor, atau si budi pelukis rimba, hitam manis yang pemalu...Sungguh!
Kalian sekarang pasti sudah besar. Oh ya, bagaimana kabar Nek Yam kita, oh nenek apa kabar nenek? Nek Yam yang mengkeriput dengan semangat yang tidak bisa aku tangkap dengan "permen 12 warna" aku berharap aku bisa bertemu denganmu ketika pulang ke Tanah Air, masih bisa mempertemukan ujung hidungku mendarat pada punggung tanganmu ketika pulang ketanah air, mungkin tidak tahun ini, tapi tahun depan, ku harap aku masih bisa memandang "kelip" harapan cahaya matamu, agar aku tidak "merunduk kelu" saat aku sadari bak setahun setengah dahulu ketika aku hanya menemukan "batu nisan basah" kala mengunjungi "Datuk Samin"...
nek yam...nek siti, nek fatimah, jangan lupakan evi ya. #kalian nenek yang HEBAT! nenek rimba yang mengajariku "berani" itu seperti daun rumbai, yang dianyam dengan tangan, lalu "menjadi" manfaat bagi anak cucung. Begitu katamu...
Salam PENGABDIAN AL-ARDVICI
Teruntuk : Rimba ECO School Team...
cc. Rahmi Mulyasari Al-ardvici, Linda Handayani Al Ardvici, Ali Al Ardvici, Afjul Yazi Al Ardvici, Turino Adi Irawan, Niki Oktriani, Widodo S, Muhayatun Andespen, @siapa lagi yaa...masya Allah mb lupa
Salam PENGABDIAN AL-ARDVICI
Teruntuk : Rimba ECO School Team...
cc. Rahmi Mulyasari Al-ardvici, Linda Handayani Al Ardvici, Ali Al Ardvici, Afjul Yazi Al Ardvici, Turino Adi Irawan, Niki Oktriani, Widodo S, Muhayatun Andespen, @siapa lagi yaa...masya Allah mb lupa
No comments:
Post a Comment