Masih ingatkah kita
dengan peristiwa 31 Mei 2010 dini hari? Tragedi penembakan sebuah kapal. Kapal
yang ditembaki oleh pasukan
bersenjata Israel di perairan internasional di Laut Tengah dalam pelayaran dari
Cyprus di wilayah perairan internasional, 65 kilometer dari perairan Gaza
dengan membabi buta. Sebuah kapal yang akan memberikan bantuan kemanusiaan serta membebaskan Gaza dari
Blokade yang diterapkan Israel. Adalah kapal berbendera Turki yang ditembaki
oleh tentara Israel, membawa sekitar 563 relawan dari 31 negara. Itulah
kapal MAVI MARMARA KUMBARASI.
Potongan 1
Dari seribu orang jika ditanya
kapal apakah ini mungkin hanya 1 dari seribu orang yang akan memberikan jawaban
dengan jawaban konyol dan tidak berbobot. Dan malangnya jawaban konyol dan
tidak berbobot itu lahirnya dari saya sendiri #sungguh saya teramat keterlaluan!!!
YAH! MAVI MARMARA KUMBARASI
Hati saya riang betul sore itu.
Sebuah kapal berukuran sebesar setrika pemberian secara gratis dari sebuah
stand bazar lembaga sosial. Awalnya saya ragu untuk menerimanya, karena
persyaratan yang melekat pada kapal itu. Tapi, tidak ada beratnya buat mencoba.
Fikirku.
Sesampai di asrama saya bingung
mau saya letakkan dimana kapal itu. Bingung bukan tidak ada tempat. Tapi saya
faham betul, teman2 kamar asrama memang masih awam dan sedang belajar hal-hal
yang ber tanda kutip "islam."
Saya muter-muter sesampai di
kamar. Berjalan ke monadar-mandir diruangan dengan kasur bertingkat itu. Melihat
semua tempat yang memungkinkan untuk saya letakkan di kamar. Kalo saya letakkan
di atas lemari, itu artinya buat apa kapal ini. Tanpa fikir panjang,
"okelah kamu tak letak di atas kulkas kamar aja ya." Sambil gumam
dalam hati. Akhirnya mejelnglah kapal cantik itu di atas kulkas. Setelah oke,
tidurlah saya malam itu dengan tenang. Karena sudah menemukan tempat yang pas
buat si kapal cantik.
***
Malam berikutnya, saya pulang
agak larut, serampung mengikuti acara Pekan Pertemuan Mahasiswa Internasional.
Setelah mengucap salam, teman Kamar asrama saya heboh. Karena memang saya
sekamar dengan 4 teman Turki dan 1 mahasiswa internasional. Karena capek, saya
tidak begitu memperdulikan kehebohan itu. Saya cuma berbaring sejenak dan sibuk
ngurusi PR. Pusing!!!
"evi apa ini? siapa yang
meletakkan di atas lemari es?" Tanya salah satu teman saya.
Aku melongokan kepalaku sebentar.
Saking capeknya.
"Oh...ben." jawabku singkat. Setelah
itu sibuk dengan bukuku.
"ini kapal istimewa evi,
dari mana kamu dapat?" Tanyanya lagi.
Haa, kali ini saya sedikit
terkejut. Loh tumben padahal kapal ini kan ada merek bendera Palestina,
batinku.
"Kapal itu aku dikasih di
acara Bazar international student di genclik park." Jawabku singkat.
#Sunyi...
POTONGAN 2
Saya sudah larut dengan PR bahasa
Turki. Kamar masih saja gaduh. Malam itu saya betul-betul malas untuk beranjak
merampungkan PR di ruang belajar. Beberapa menit kemudian salah seorang
tetangga kamar asrama masuk.
"Ohaaa..., bu neyaaa?"
Suaranya tiba-tiba menggelegar memenuhi ruangan kamar. “Apa ini yaaaa?” Keras
sekali. Meski saya tidak perdulikan suara itu. Saya sudah benar-benar stress seharian. Suara di kamar semakin
heboh. Tapi pembahasan tidak lagi pada kisah-kisah baju dan sepatu baru yang
baru mereka beli, melainkan pada KAPAL di ATAS KULKAS.
“Bu kimin?” Heboh sekali dan
sangat ribut. “Punya siapa ini?”
“milik evi.” Jawab si Gul, yang beberapa menit
lalu bertanya kapal itu milik siapa. “evi getirdi.”
Tambahnya singkat. “evi
yang membawanya.”
“Evi buat apa kapal ini?” mereka
bertanya dan menuntutku untuk tidak mengacuhkan pertanyaan itu. Dengan sedikit
gontai aku turun dari sofa. Berjalan dan duduk dinatara mereka berlima.
“Kapal ini tempat kita menaruh
uang. Lewat lubang sini masukin koinnya.” Jawabku sesuai instruksi petugas
yayasan sosial saat kapal ini diberikan kepadaku.
“Terus uangnya untuk siapa?”
Tuntut pertanyaannya lagi.
“Nah, nanti setelah penuh uangnya
akan kita kumpulkan dan kita berikan kepada yayasannya. Nanti pihak yayasan
yang akan menjemputnya. Kita Cuma butuh untuk SMS dan memberi kabar bahwa kapal
ini sudah penuh.” Jelasku.
“Yalannn evi, yalann. Inanma!” Sebuah
suara mengguruh keras. “Bohong evi, bohong, jangan percaya.” Bantah suara dari
gadis tetangga kamar yang baru saja masuk beberapa menit lalu.
“Kamu jangan percaya, mereka itu
bohong! Nanti kalo uangny udah penuh mereka akan bawa uang itu dan pergi.
Jangan percaya.” Ulangnya lagi.
Sementara fikiranku masih pusing
dengan PR ku yang belum rampung.
“Trus kamu mau letakkan kapal itu
di atas kulkas itu”? Tanya Unda menuntutku.
“iya malam ini kapalnya biar di
sini, semalam saja. Besok mungkin sudah di musola asrama.” Jawabku.
“Evi, jangan mau percaya. Mereka
itu bohong.” Gul, menambahkan.
“Iya, gak papa. Kalo kalian gak
mau kasih ya gak papa. Kalau kalian ingin kasih uang buat bantu orang miskin, kalian
bisa masukkan uangnya lewat lubang ini (kapal itu berbentuk celengan).”
Jelasku, dan lalu kembali ke sofa, mengurusi PR ku.
#Hening...
POTONGAN 3
Malam selanjutnya. Kamar sedemikian
heningnya. Teman-temanku belum pulang ke asrama. Hanya ada Rema, teman kamar
internasionalku. Malam itu aku sedang menggosok baju di atas sofa kasurku.
“Evi kau tahu, ini kapal apa?”
Tanyanya padaku di tengah kesunyian kamar asrama.
“Kapal buat letak uang di
dalamnya.” Jawabku singkat. Dengan tangan sibuk merapikan baju yang sedang tak
setrika.
“Bukan itu maksudku.” Katanya
lagi.
“Lalu...” Aku menggantung dengan
mata tidak terlepas dari baju setrikaanku.
“Kau pasti ingat evi, ini kapal
apa?” Tanyanya lagi, seakan aku akan memberikan jawaban yang lebih cocok. Aku mendongakkan kepalaku. Menatap
wajahnya.
“Kapal ini buat tabungan untuk
bantu orang yang membutuhkan.” Jawabku. Kembali sibuk dengan baju setrika.
“Evi ini bukan kapal sembarangan.”
Suara Rema lagi.
Aku senyum melepaskan baju
setrikaan. “Ah, kamu memang gadis dewasa yang baik hati.” Gumamku #mungkin
karena ini kapal untuk kemanusiaan kali ya. Fikirku selintas. Aku kenal betul
Rema adalah temanku yang lahir di negara sekuler. Dimana Islam dilarang.
“Dari mana kamu dapat kapal ini?”
Tanyaya lagi.
Haa, kali ini aku merasa aneh
meski aku jelaskan asal-usul dari mana aku mendapatkan kapal itu.
“Apa besok pagi pameran itu masih
ada?” Tanyanya lagi.
“Jika sempat, besok aku mau juga
ke sana buat minta kapal itu, tidak ada salahnya aku ikut membantu.” Tambahnya.
#Haaa...aku benar-benar melongo
kali ini. Nyaris tidak percaya. Aku faham betul siapa Rema. Usianya 3 tahun
lebih dewasa dariku. Gadis bumi sekuler. Dia bilang keluarganya muslim. Tapi
tidak ada islam dalam keluarganya, pun tidak ada shalat. “Dalam keluarga kami,
kami melarang satu sama lain berhijab.” Itu kisah yang ia sampaikan padaku beberapa
bulan yang lalu. Aku merasa ada yang aneh dengan kapal itu. Mengapa seorang Rema,
dengan kesibukannya bekerja, pun pada busananya yang “bertanda kutip” itu
bermaksud meluangkan waktu meski hanya untuk mengambil sebuah kapal celengan?
Aku tidak mengerti.
#Ah..entahlah...aku kembali
melipat baju-bajuku.
“Ini adalah kapal KEMANUSIAAN
evi.” Suara Rema.
“Kapal yang di tembaki oleh
pasukan Israel saat membawa bantuan untuk Gaza. Mereka betul-betul biadab.” Suaranya
penuh penekanan.
#Apaa!!!
Kepalaku langsung berputar. Tulangku
bakterlepas dari semua persendian. Rontok dan lebur berkeping halus,
sepertisedang di rebus dalam alat pengmpuk tulang. Rasanya hatiku nyeri persis
seperti terjatuh dari sebuah jurang yang tinggi. Tercucuk di batu cadas yang
tajam. Yang tembus masuk ke dalam kakiku. Nyeri!!!
“Astaghfirullah...” Seruku.
“Jadi aku sedang membawa kapal kemanusiaan
di dalam kamar asrama gadis pesta kembang api ini?” gemuruh suara hatiku.
Dan aku betul-betul tidak
mengingat peristiwa itu. Bagaimana mungkin kapal yang jelas-jelas berlogo
Bendera Turki dan Palestina itu tidak mampu menarik kekang ingatanku tentang
peristiwa berdarah di perairan Gaza itu. Betapa konyolnya aku. Malam itu aku
merutuki diriku sendiri. Aku betul-betul konyol. 1000 banding 1. Dan aku 1
orang yang sangat keterlaluan itu.
***
POTONGAN 4
Malam Sabtu itu aku tidak tidur
di asarama. Sedang menginap. Tapi aku betul-betul gelisah memikirkan kapal itu.
“Bagaimana mungkin aku menjelaskan bahwa kapal itu untuk membantu orang yang
membutuhkan, sementara aku sendiri belum sempat mengisinya meski hanya satu
koin?” Ohh...evi kamu ini betul-betul keterlaluan. Aku tidak bisa tidur malam
itu. Sampe ke bawa mimpi malam itu aku akan menjadi orang pertama yang memasukkan
beberapa koin ke dalam kapal.
Minggu sore aku bergegas pulang untuk
segera sampai di asrama. Fikiranku Cuma Kapal di atas Kulkas. “Itu kapal
kemanusiaan untuk Gaza evi, inget!” gegap hatiku. Memalukan sekali. Rema yang
belum sekali pun aku melihatnya shalat dan berpakaian seksi saja tahu. Masak
kamu bahkan tidak ingat! Kamu sungguh keterlaluan. Hatiku benar-benar gelisah.
***
Sesampai asrama. Kamar asrama
sepi. Matahari masuk dengan hangat menerobos jendela kamar. Musim semi hijau
muda membuat Kota Ankara menjadi jelita. “Aku harus memotret kapal ini.”
Gumamku dalam hati. Aku tidak boleh melupakan momen penting dengan mmbiarkan
kapal ini tidak berbekas. “Aku harus memotret kapal ini.” Aku mengambil kamera
di dalam ranselku. Meraih kapal diatas kulkas, mengangkatnya, bermaksud meletakkan
di sisi jendela. Demi memotretnya. Dengan posisi tembakan terbaik.
“KLANGGG.” Ha...aku kaget bukan main.
Ku angkat dan ku goyang sekali lagi.
“KLANGGG.”
Suara KLANGG membentur
dinding-dinding kapal di atas kulkas. Aku sungguh benar-benar gemetaran tidak
percaya. Kapal itu berbunyi. Mungkinkah itu suara batu, atau ada benda yang
tidak sengaja terjatuh dan terselip di dalamnya? Aku memerikasanya. Mengintip
dari lubang kecil di atas kapal. Memastikan mungkin ada batu tipis yang tidak
sengaja masuk didalam kapal.
Haa...? Sebuah koin tebal dengan
ukuran koin Turki paling besar. “Allahu Akbar!! Subhanallah...” Jerit hatiku
gemetaran. Siapa yang memasukkan koin itu ke dalam kapal ini? “Siapakah yang
mendahuluiku memasukkan koin ke dalam kapal di atas kulkas ini?” Aku
betul-betul gemetaran mengangkat kapal itu.
“Mungkinkah Rema?”Tebakku dalam
hati.
“iya pasti si Rema.” Aku hanya
bisa menebak-nebak.
***
“evi aku belum sempat ke genclik
park untuk meminta kapal itu.” Dengan suara tersendat-sendat karena lelah sepulang
dari kerja Rema menjelaskan padaku.
“Hic problem yok Rema.” Tak ada
masalah jawabku. “Bukankah Kamu sudah memasukkan koin ke dalamnya.” Lanjutku.
“Hayir, hic bir sey yapmadim evi.”
Bukan evi, aku bahkan belum melakukan apapun.
“Aksam yemegi yiyecegim.” Rema
berjalan meninggalkan kamar.”Aku makan malam dulu.” Ia pergi meninggalkanku. Dalam
keadaan yang kaku.
“Lalu siapa orang pertama yang
memasukkan koin ke dalam kapal di atas kulkas itu?” Siapakah gadis yang
terlebih dahulu memasukkan koin KEMANUSIAAN. Siapakah gadis yang diam-diam
memasukkan koin itu?
Malam itu aku tidak bisa tidur.
Kamar asrama hening. Teman-temanku tidak pulang ke asrama, karena libur menghadapi
ujian.
Kapal itu masih di atas kulkas...
***
No comments:
Post a Comment