Melihat kakek tua itu. Membayangkan kalau kakek tua itu adalah Bapak #sungguh...
Teringat dengan tisu dan pena macet saya.
Alkisah saya punya tisu yang jumlahnya banyak sekali. Semua kebutuhan mengelap terpenuhi dengan tisu itu.
Tisu itu saya beli dan kumpulkan sudah sangat lama, sejak pertama dtg ke turki. Tapi sampai saat ini seakan tidak habis-habis. Dan seperti tidak pernah ada habisnya. Silahkan ambil siapa yg butuh tisu. Saya letakkan tisu itu di dekat buku. Silahkan ambil siapa yg butuh.
**tisu dri paman tua tuna netra, saya membelinya rutin 2/3 hari sekali. satu-satu...sampai jumlahnya banyak sekali.
#Hee...sekitar bberapa hari yg lalu saya menangis terharu.
Karena mengejar tugas, skitr seminggu lebih saya tidak smpat mampir membeli tisunya. Berlari terburu2. Padahal lewat terus didepan tempat biasa sang Paman tua berjualan. smp suatu sore, saya mampir dan menyapa paman itu. Bermaksud membeli dua buah tisunya.
"Abla bagaimana kabarmu" Tanya sang paman tua. Sudah lama sekali saya tdak melihat abla, apakah abla baik-baik saja (pdahal dia tdak bisa melihat).
Deg!!
Paman netra yang baik hati. Dalam hati saya, terenyuh. Haru.
"Abla dri mana negaramu?" Tanyanya lagi.
"Indonesia." Jawab saya.
"Orang Indonesia sungguh sangat baik sekali hatinya." Jawabnya.
"Ambillah tisu ini untuk abla. Sebuahnya sebagai hadiah." Ujar sang Paman.
saya : ...(hiks) sungguh terharu **terbayang kampung halaman...
Pesan saya terhadap diri saya hanya satu sepanjang jalan : selagi masih mampu berbelanja dengan penjual "tanda petik" belanjalah disana dan senangkanlah hati mereka...
**sepanjang hidup - sepanjang kehidupan saya.
Sakura RT, Ankara, 26 Februari 2014
No comments:
Post a Comment