Tentang Surga yang berisi Permen-Permen
Anne
duduk dilantai, dengan perasaan dan fikiran yang memburu waktu. Sebentar-sebentar
melihat jarum jam yang terus berputar dan terasa semakin cepat. Lalu tangan ini
kembali sibuk membungkus tumpukan buku-buku yang menggunung di meja tengah.
Buku-buku itu adalah buku pesanan dari tetangga komplek dan teman-teman sejawat
dari berbagai daerah.
Tampak
pula Mbak Nana, seorang gadis kecil berusia 4 tahun yang asyik mashuk duduk di sisi
Anne. Tangan mungilnya yang lentik sibuk menarik solasiban, sibuk pula mengguntingnya. Anne tak sempat memperhatikan dengan detail apa yang tengah dilakukan oleh bocah kecil yang hidungnya seperti buah jambu itu.
“Mbak
Nana kan mau bantuin Anne.” Katanya kemudian diantara deru suara kipas angin
ruangan yang berputar kekanan dan kekiri. Anne masih diam dengan wajah yang serius,
sebab mengejar beberapa buku pesanan yang belum siap dipacking, sore ini semua daftar pesanan itu harus siap diantar ke kantor ekspedisi.
Teringat pula fikiran Anne dengan sederet agenda yang harus dituntaskan hari ini. Ditahan-tahanlah rasa kantuk yang mendera sebab beberapa hari kurang cukup tidur ditambah pula harus sudah bangun pagi-pagi untuk urusan ini dan itu. Namun demi dilihatnya si sulung Rayyan (17 bulan) sudah lelap dalam tidur menjelang siang, maka legalah hati Anne. Satu dua jam selagi bayi gembul itu tidur, akan sangat berguna untuk menuntaskan banyak pekerjaan.
Teringat pula fikiran Anne dengan sederet agenda yang harus dituntaskan hari ini. Ditahan-tahanlah rasa kantuk yang mendera sebab beberapa hari kurang cukup tidur ditambah pula harus sudah bangun pagi-pagi untuk urusan ini dan itu. Namun demi dilihatnya si sulung Rayyan (17 bulan) sudah lelap dalam tidur menjelang siang, maka legalah hati Anne. Satu dua jam selagi bayi gembul itu tidur, akan sangat berguna untuk menuntaskan banyak pekerjaan.
“Mbak,
Anne mau pake guntingnya ya Nak.” Beberapa kali suara Anne meminta gunting yang tengah berada ditangan
Mbak Nana dengan suara sedikit menggesa.
“Mbak
Nana bantuin deh Anne.” Kata Mbak Nana menawarkan bantuan, terdengar tarikan suara terasa
berat meski akhirnya dilepaskan gunting itu dari tangannya.
“Terimakasih
Mbak. Kenapa sih, Mbak Nana kok mau bantuin Anne bungkusin pesanan orang, kan ini semua bukan bukunya Mbak Nana?” Tanya Anne sejurus kemudian.
Mengingat betapa kerasnya ia menolak tidur siang dan memilih duduk menemani
Annenya, meski didapati Annenya sangat sibuk dengan urusan membungkus buku-buku.
“Iyalah
Mbak Nana kan senang bantuin Anne. Nanti kan kalo Mbak Nana baik, bisa dapat surganya Allah.” Jawab Mbak Nana sumringah.
Anne
sontak saja kaget demi mendengar jawaban ini. Lalu mengamati kedua matanya dengan perasaan yang
seperti digelitik. “Hmm, memangnya Mbak Nana tahu surga itu apa?” Anne menyelidik,
penuh rasa ingin tahu apa yang tersimpan di dalam imajinasinya tentang surga.
“Surga
itu kan rumahnya Allah Anne.” Jawabnya ringan, sama persis dengan jawaban yang pernah Anne berikan saat ia bertanya tentang apa itu surga. Sementara kedua
tangan mungilnya masih berusaha keras membuka solasiban. Dengan sekuat tenaga
jemarinya yang kecil-kecil itu berusaha menemukan bagian tepinya. "Ini gimna sih Anne bukanya." Suaranya beranjak mulai kesal, sebab tidak menemukan dimana letak tepi solasiban.
“Memangnya
Mbak Nana pernah main ke surganya Allah?” Anne masih bertanya. Memburunya
dengan pertanyaan pancingan.
“Iyalah,
Mbak Nana kan pernah main ke surganya Allah, sama adek juga.” Jawab Mbak Nana.
“Hmm…memangnya surganya Allah itu gimAna Mbak?” Tanya Anne lagi.
“Surganya
Allah itukan bagus banget Anne.” Kata Mbak Nana.
“Ada
apa gitu di dalam surga?” Anne masih terus memburu. Rasa tak hendak kehilangan momen dengan tema perbincangan yang berharga ini.
“Di surga kan ada permen, es krim, air susu, sungai, semua ada di surga.” Jawabnya polos menjelaskan
tentang isi surga. Kepolosan yang terdengar sangat jernih dan perlahan menyesap ke dalam hati.
Sejenak Anne
terdiam, dengan perasaan yang bercampur, mungkin seperti rasa permen di surga yang beraneka rupa dan rasanya. Haru, syukur dan gembira merebak ke dalam jiwa, demi mendengar jawaban
yang bersih dan jujur dari bidadari kecil ini.
Cerita tentang indahnya surga ternyata tersimpan sangat kuat dan rapi dalam perbendaharaan imajinasinya. Tentang lezatnya mana kala bisa menikmati permen dan es krim surga yang ia lihat di ilustrasi buku. Buku cerita tentang Al-Quran yang berkisah tentang surga. Meski ia tahu bahwa ia tidak akan makan permen kecuali setelah meminta izin pada Annenya.
Cerita tentang indahnya surga ternyata tersimpan sangat kuat dan rapi dalam perbendaharaan imajinasinya. Tentang lezatnya mana kala bisa menikmati permen dan es krim surga yang ia lihat di ilustrasi buku. Buku cerita tentang Al-Quran yang berkisah tentang surga. Meski ia tahu bahwa ia tidak akan makan permen kecuali setelah meminta izin pada Annenya.
Padahal
buku cerita tentang surga itu sudah lama sekali Anne bacakan, kala Mbak Nana
berusia 2 tahun 8 bulan, satu tahun setengah yang lalu. Namun tampaknya sepotong cerita itu telah menawan
hatinya hingga menancap kuatlah ia di memori dan jiwanya. Bahwa surga itu
adalah hadiah spesial Allah untuk orang yang berbakti
kepada Allah dan kedua orang tuanya.
رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ
“Ya
Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang yang shalih.”
(Q.S. Ash-Shaffat (37): 100)
Evi Marlina
Depok, 18 Juni 2020
#OWOW #oneweekonewriting
#ibuprofesionalDepok #rumbelmenulis
#makdepokGEULIS #IPDepok
No comments:
Post a Comment