Reminder

"Beri aku pelajaran TERSULIT, aku akan BELAJAR" Maryamah Karpov

Wajahku sujud kepada Allah yang menciptakannya, dan yang membuka pendengaran dan penglihatannya

Dengan daya dan kekuatan dari-Nya, maka Maha Suci Allah, Sebaik-baik pencipta

(Tilawah Sajadah)

Thursday, June 25, 2020

Alam Terkembang Bercerita

Alam Terkembang Bercerita




“Eh, kan tidak boleh buang sampah sembarangan.” Mbak Nana berjongkok memungut kembali bungkus permen wijen yang baru saja dilemparnya ke lantai. Lalu memasukkannya ke dalam tong sampah di sisi pintu dapur.

“Kita tidak boleh buang sampah sembarangan, karena bisa menyebabkan banjir.” Terdengar lagi suaranya, masih dengan volume nyaring. Lalu tubuh mungilnya berputar menari-menari menikmati sepotong permen wijen kecil pemberian dari Mbah Puteri.

“Kok bisa nyebabkan banjir Mbak kalo kita buang sampah sembarang? Gimana caranya bisa banjir?” Anne akhirnya nimbrung, melihat Mbak Nana asyik bercerita mengikuti irama dalam ruang imajinasinya.

“Iya, tidak boleh Anne karena saluran air bisa pampat, kalo kita buang sampah sembarangan. Jadi bisa menyebabkan banjir.” Jawab Mbak Nana dengan suara semakin nyaring disertai dengan mengangkat jari telunjuknya, pertanda apa yang disampaikannya adalah perkara yang sangat penting.

“Makanya kita harus buang sampah di tong sampah.” Sambungnya lagi.

“Mbak Nana punya buku tentang banjir.” Ia berjalan menuju rak bukunya, mengambil satu judul buku dengan gambar gadis kecil berambut panjang yang tengah menari di taman bunga di bawah rinai hujan.

“Ini buku Mbak Nana, ada cerita tentang banjir kalo kita buang sampah sembarangan.” Tangannya mendekap buku yang baru saja diambilnya, memeluknya ke dada. Sementara ada yang menari-nari riang gembira di dalam hati Anne.

Buku itu Anne beli di salah satu even bazar Indonesia International Book Fair hampir setahun yang lalu, Agustus 2019. Namun agaknya cerita dalam buku itu selalu saja menjadi sumber rujukannya kala ia menemukan dirinya membuang sampah dengan sekehendak hatinya.

***
Pesan Cinta itu Bernama Cerita

“Children are great imitators. So give them something great to imitate.” – Anonymous


Saya teringat pernah menuliskan status ungkapan di atas di beranda Fans Page Facebook yang pernah saya kelola sekitar tahun 2013, di sebuah dormitory puteri di kota Ankara. Beberapa tahun yang silam. Kala itu belum menikah, motivasi yang ada adalah semangat mempelajari segala hal tentang anak dan perkembangannya. 

Namun belakangan, hal itulah yang kini saya lakoni dalam keseharian menjalankan peran sebagai seorang Ibu. Dengan berbagai daya, sekuat tenaga pula berupaya menyadari dengan segenap hati dan fikiran bahwa apa-apa yang orang tua tanam untuk anak-anaknya; perilaku, ucapan yang diperdengarkan atau dicontohkan kepada anak-anak akan sangat membekas bagi jiwa dan akalnya.

Terlebih lagi pada fase pra-sekolah 0-6 tahun, adalah fase kritis di mana perkembangan anak terjadi dengan begitu cepat; baik fisik pun hingga perkembangan sosial anak. Banyak para ahli telah memberikan perhatian khusus tentang betapa pentingnya fase 0-6 tahun pada awal kehidupan anak. Pengalaman negative mau pun positive yang terjadi difase ini akan memberikan pengaruh dalam membentuk perkembangan kognitif, perilaku, sosial dan emosi anak. “Pengalaman yang buruk pada fase awal kehidupan, akan memberikan pengaruh yang buruk pula terhadap perkembangan kognitif, perilaku dan perkembangan sosial anak.” (Shonkoff, J et al., 2000).

Sebaliknya anak-anak yang tumbuh dengan dibekali pengalaman yang positif pada tahun-tahun awal kehidupannya, memberikan pengaruh yang positif pula dikemudian hari. Hal ini berarti bahwa penanaman nilai-nilai kebaikan semestinya direspon dengan upaya dan semangat yang positif oleh orang tua bahkan sejak anak dalam kandungan. Nah, salah satu upaya dalam menanamkan nilai-nilai kebaikan ke dalam jiwa anak sedini mungkin adalah mengisi waktu anak-anak dengan kesibukan yang membangun jiwa dan akalnya. Salah satunya adalah dengan kegiatan mendengarkan kisah-kisah pilihan kepada anak.


Anak-anak pada dasarnya gemar bercerita dan senang pula menyimak cerita. Lewat cerita kita tengah membangun nilai-nilai keteladanan melalui tokoh-tokoh yang hadir dalam cerita. Bahkan, melalui cerita juga akan mampu mengasah kecerdasan emosional dan rasa empati pada anak-anak (Clark dan Rumbuld, 2006). Anak-anak akan belajar mengenali karakter sang tokoh dalam cerita, belajar merespon dengan memunculkan rasa empati yang lahir dari dalam jiwanya. Tentu saja ini merupakan potensi berharga yang Allah karuniakan kepada setiap anak manusia. Maka menjadi tugas orang tualah untuk mengoptimalkan potensi ini dengan memberikan stimulus-stimulus yang membantunya dapat mencapai perkembangan yang optimal. Disertai ikhtiar dan proses belajar yang terus-menerus dari orang tua, menyongsong tiap momen kebaikan dengan hati yang riang gembira.

Momen kejadian pada penggalan cerita kisah Mbak Nana diatas, adalah satu fragmen berharga tentang betapa uniknya bagaimana pesan-pesan yang hadir melalui cerita mampu bekerja dengan cepat memberikan pengaruh yang sangat efektif terhadap ketrampilannya dalam merespon nilai-nilai kebaikan, salah satu nilai kebaikan itu adalah menjaga kebersihan lingkungan meski hanya dengan membuang sebungkus kecil bungkus sisa permen yang tidaklah seberapa ukurannya.

Keteladanan; Menjaga Lingkungan, 
Allah pun Sayang


Banyak hal kecil dan sederhana yang bisa kita kenalkan dan tanamkan kepada anak melalui pesan dalam cerita-cerita. Juga yang tak kalah penting dari semua itu adalah bagaimana orang tua menjadi bintang dan role model dalam kehidupan anak. Ya, mau tidak mau ini adalah sebaik-baik pilihan yang mesti ditempuh oleh orang tua, dalam rangka proses pembentukan bangunan bernama akhlak. Dalam metode pengasuhan yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad dengan metode pengasuhan yang tanpa cela, tentang bagaimana perilaku sosial beliau kepada anak-anak dan tentang bagaimana beliau berdialog kepada anak-anak.

Keteladanan orang tua dapat dimulai dari dalam rumah dengan hal-hal kecil yang sesuai dengan kemampuan akal anak. Beberapa hal dalam upaya menumbuhkan rasa kecintaan anak terhadap Rabb-nya adalah dengan turut serta menumbuhkan kecintaan anak terhadap lingkungan yang Allah karuniakan. Beberapa hal sederhana yang bisa dilakukan orang tua bersama anak-anak dalam proses menumbuhkan kecintaan untuk kemudian gemar menjaga lingkungan, antara lain misalnya adalah sebagai berikut:

1.    Melatih anak terhadap kebiasaan berhemat energi. Hal ini dapat dilakukan kala pagi hari tiba, mengajak anak dalam kegiatan mematikan lampu yang telah menyala di sepanjang malam. Atau mematikan lampu usai pada ruangan-ruangan yang tidak membutuhkan lampu penerangan.

2.  Melibatkan anak-anak untuk menjaga bumi Allah dengan kegiatan berkebun. Anak-anak menyukai kegiatan di alam, kesibukan dan keseruan orang tua dengan aktifitas di kebun akan memberikan keteladanan yang mengesankan bagi anak-anak. Melalui kegiatan berkebun orang tua dapat menanamkan nilai-nilai tentang pencipta-Nya.

3.  Mengajak anak berjalan kaki menyusuri alam, bercerita tentang kondisi bumi yang  makin memprihatinkan. Salah satunya adalah hal-hal yang menyebabkan banjir akibat membuang sampah dengan sembarangan.

4.   Mengajak anak berkreatifitas dengan memanfaatkan bahan-bahan bekas yang bisa didaur ulang.

Mau tidak mau, suka tidak suka. Suri tauladan adalah kunci utama dari pengasuhan, suri tauladan memberikan pengalaman-pengalaman berharga yang penting bagi perkembangan anak kelak; keteladanan melalui cerita-cerita pilihan pun juga keteladanan yang disajikan orang tua dalam kehidupan dan keseharian orang tua terhadap anak-anaknya. Keteladanan seperti alam, yang terkembang menjadi guru dan cerita yang penuh dengan pengalaman yang berharga. Wallahu `alam bisshowwab.

Evi Marlina
Depok, 25 Juni 2020

Referensi :

Sumber foto buku : Koleksi pribadi, beberapa buku bacaan Mbak Nana tentang Bumi dan menjaga kebersihan lingkungan.


#OWOW #oneweekonewriting
#ibuprofesionalDepok #rumbelmenulis
#makdepokGEULIS #IPDepok





No comments: