Bening sekali matanya. Ia memandangku tajam dari balik kaki ibunya. Gadis kecil, pengungsi Suriah. Bajunya berwarna merah, tidak memakai sendal. Adik kecil yang malang, rambutnya keriting, cantik. Sekitar 3 tahun usianya. Sang Ayah dan Ibu muda yang menggendong bayi, pasangan suami istri yang masih sama-sama muda, yang mungkin terpaksa harus meminta-minta di negeri orang. Oleh sebab kekejaman Asad.
Suriah.
Mata bening adik kecil itu membawaku pada lamunan panjang didalam kereta sore tadi. Melamun dalam diam yang tidak aku mengerti. Bagaimana kelak ia akan menjelaskan tentang tanah airnya. Bagaimana ia menjelaskan tentang suara peluru. Bagaimana ia menjelaskan tentang cita-cita. Menjelaskan tentang kebengesin Asad. Melihat kakinya yang tanpa sandal itu rasanya kakiku seperti tengah menginjak puluhan sembilu. Ngilu. Melihat bening matanya itu seperti tidak percaya kalau yang aku lihat adalah gadis kecil negeri berdarah.
Suriah.
Kekejaman Asad yang tiada berkesudahan. Lihatlah ini gadis kecil bermata bening yang menatap mataku tajam. Aku bahkan dibuat ketakutan menyaksikannya. Ia generasi negeri yang diberkahi. Ini generasi bumi syam yang Allah karuniaknan keberkahan. Negeri kota Damaskus bertepi, kota sumber belajar Qur'an dan Hadits. Negerinya syurganya Cahaya Islam. Dan mata bening itu. Ah...aku tidak mampu menjelaskannya.
Gadis kecil, yang bening matanya, dan jaketnya berwarna merah. SURIAH!
Aku bicara bersama kedua matanya. Tentang bengisnya Asad dan matanya yang bening
...dan kereta terus melaju.
Sakura RT, Ankara 19052014
No comments:
Post a Comment