Pukul 22:00 Turki.
Alhamdulillah, baru saja tuntas semua aktifitasku. Malam ini adala piket membersihkan dan mengepel kamar. Dear catatan harianku. Seharusnya aku membaca malam ini, tapi sejenak berhenti karena karena ribuan kata yang bersemayam dikepalaku.
***
IBU!
Kami tidak memanggilnya dengan bahasa Ibu.
Mak!
Mungkin terdengar sangat kuno dan tidak keren. Tapi perempuan yang ketegarannya sekuat gunung uhud itu, adalah Makku. Suatu hari, Mak - begitu biasa aku memanggilnya. Mengajakku memasak sambal goreng. Dapur kami masih sangat sederhana ketika itu, dapur pawon - dari kayu. Tangannya yang berwana kuning langsat itu terampil menggiling cabe. Aku yang masih hijau duduk dengan mata tak bergeming. Memperhatikan bagaimana tangan Mak memainkan batu penggiling cabai dengan terampil.
Makku...
Bukan emak kebanyakan. Ia tidak tamat sekolah, hanya sampai kelas 3 SD. Ia adalah emak yang sangat terampil, pandai berdagang dan memiliki selangit ide. Tidak pernah habis Mak menjadi pencetus ide, melebihi Bapak. Emakku tidak pula pandai membaca Al-Qur'an, masih terbata-bata. Meski begitu diajarkannya aku membaca Qur'an semasa kecilku, lalu setelah aku menghatamkannya bersama Ibu Kaswati saat kelas 5 SD, saat itu resmilah aku menjadi guru mengaji bagi Emakku. Setiap malam aku mengajar dan menyimak bacaan Emak. Emakku, jika bernyanyi suaranya bagus sekali. Aku suka sekali mendengar emak bernyanyi. Ia adalah pembelajar terbaik yang pernah aku miliki. Jika aku pulang ia dengarkan dengan tekun apa-apa yang aku peroleh. Menjadi murid terbaik yang aku miliki.
Makku...
jarang membeli baju baru. Tidak pula bergelang dan berkalung emas. Bajunya sederhana dan sesekali terlihat lebih bagus sedikit. Makku, engkau tidak tamat sekolah. Tidak begitu juga pandai memasak. Tapi satu hal aku belajar, engkau selalu belajar menjadi istri yang taat pada Bapak -yang keras- Selalu berusaha menyenangkan hati Bapak meski Bapak sangat galak bagi kami. Hooho, meski sekarang Bapak jauh lebih kalem seiring dengan usianya. Ah jadi ingat Bapak, biar galak tapi kalau aku pegal-pegel, Bapak juga yang mengurut kakiku semasa kecil. Meski galak tapi Bapak juga yang megantarku mondar-mandir daftar sekolah. Ahaks...ahaha, Bapakku sayang.
Bersambung...
***
No comments:
Post a Comment