Dear Bintang...
Kau tahu,
apa makna gembira...
Bintang, aku sungguh ingin menangis haru malam ini
Kau tahu mengapa?
adalah sebuah hari yang panas, yang teriknya menari-nari di ubun-ubun kepalaku, yang gelegak laharnya menantang kaki-kak kecilku, pun kaki-kaki sepuluh pemuda yang menggetarkan itu..
Ini adalah jelajah kaki-kaki langit kami yang enatah untuk yang kesekian kalinya. Aku bahkan sudah lupa bagaimana menghitung hari-hari itu, jarum jam berlalu begitu cepat, meninggalkan sekumpulan tandan harap dalam setiap tumbuhnya. Pucuk-pucuk dahan rambutan di bukit senami itu bahkan sudah berulangkali berbuah, aku juga sudah lupa berapa kali tepatnya, terakhir kali aku menyundul-nyundul buah yang merah ranum tapi kecut-masam itu dengan bambu yang kami panggil "Genter," karena seminggu yang lalu aku sudah menyundul kembali buah yang mereka panggil dengan nama "Buah Dekat"...
Bocah-bocah rimba yang sudah berbaju itu meremas hatiku. Mengatakan lewat gambar-gambar polosnya yang semrawut di atas kertas putih. Membuat tarikan-tarikan bebas tanpa batas, melentur dari satu bukit ke bukit lainnya, menukik dari satu pintu langit ke pintu langit lainnya. Mengetuk-ngetuk semua pintu, dan melongok semua apa yang tengah terjadi di dalam jendala sana. Itu sebuah pemandangan yang mahal.
Celoteh riang bebas lepas dengan pengetahuan yang normal dan serba kaya, adalah cerminan imajinasi halus dan tanpa basa-basi. Itu alami, dari hidup mereka. Yang lahir, belajar berjalan, duduk dan berlari di antara pepohonan yang mulai meranggas. Pohon bilang "Oksigen di sini mahal" meski dulu kami adalah toke dan rajanya Oksigen.
"Halo teman2, saya eka, cita-cita saya mau jadi dokter, buat ngobati emak kalo sakit."
Suaranya menukik-nukik, gemulai dan terang benderang. Dan aku faham, "Sehat" adalah persoalan yang berikut-berikut-berikut dan berikutnya, yang kesekian-kesekan-kesekian dan kesekian kalinya, meski aku selalu melihat "ada Senyum" pada wajah polos gadis rimba kecil itu...
Aku tidak tahan...
*Bersambung...
No comments:
Post a Comment