Hocam menutup mulutnya. Pertanda terkejut dan bahkan tidak percaya terhadap apa yang baru saja aku ucapkan. Aku segera meralat dan mengatakan bahwa aku menemukan kalimat itu di reklam-reklam jalan sisa demo. Hocam menggeleng kepala. “Nanti akan hocam jelaskan padamu secara khusus.” Sembari mendekat dan berbisik di sisi telingaku. Yah aku faham pasti klimat itu jelek sekali artinya. “Oh…mengapa mereka berkata kotor untuk pemimpin mereka?” Begitu fikirku. Seketika aku teringat Yel-yel dengan nada kebencian yang diteriakkan secara brutal oleh aksi demonstran terkait Erdogan tentang kasus Gezypark Taksim, Istanbul.
***
Sudah beberapa hari ini saya menahan diri untuk tidak menuliskan kondisi demo di Turki, khususnya di Ankara, kota di mana tempat saya belajar. Teman-teman mungkin masih ingat ketika malam Sabtu 1 Juni 2013, sekitar pukul 02:00 dini hari saya memasang sebuah status di dinding fesbuk terkait “situasi yang sedang terjadi ketika itu”. Semenjak kejadian itu, sebenarnya saya sudah tidak tahan untuk tidak menuliskankanya, mengabarkannya. Tapi karena tugas PR pelajaran Bahasa Turki yang jumlahnya banyak sekali, dan sesuatu lain hal sehingga saya harus mengurungkan terlebih dahulu niat untuk menulis.
“saya ndak begitu faham dengan kondisi politik di turkey. Tapi yang saya rasakan beberapa bulan terakhir ini sedang memanas kayak di tanah air. Dan puncaknya beberapa pekan ketika muncul uu larangan miras dibawah naungan perdana menteri erdogan. juga meluasnya aksi protes yang menyebar di berbagai kota besar, termasuk Ankara yang start aksi protes di mulai tepat di samping jendela kamar apartemen dmana saya menginap tdi malam. #aksi protes akibat gezi park istanbul yang [kasus nya] belum saya fahami #apapun, semoga erdogan kuat. #kalo awam analisis politik ya begini .“ [saya kutip dari status saya di fesbuk pada Sabtu, 1 Juni 2013, sebagai pengingat]
Saya masih ingat betul, malam itu tepatnya Jum’at malam Sabtu saya sedang menginap di rumah salah satu keluarga Indonesia yang juga studi di kota Ankara. Serampung adzan isya saya memulai menikmati mengetik tulisan di leptop sembari memutar beberapa lagu jadul kiriman teman yang juga sama-sama studi di Turki, yang saya putar dari youtube. Saya sudah larut menulis dalam beberapa lembar hingga malam semakin pecah. Bahkan saya lupa melihat sudah sampai mana jarum jam berputar, sampai akhirnya telinga saya terusik dengan sebuah suara yang saya rasakan itu “ganjil.” Seumur-umur seingat saya, rasanya belum pernah mendengar suara aneh seperti itu di rumah mb Wuri [keluarga di mana saya menginap]. Tetapi karena sudah asik menulis saya mengabaikan suara itu dan terus menumpahkan semua huruf-huruf yang sudah bergejolak didalam otak dan hati saya ke dalam tulisan.
Akan tetapi lama-kelamaan suara “ganjil” itu semakin keras, saya merasa ada yang aneh dan berbeda dengan suara itu, meski sekali lagi saya kembali berbaik sangka “oh, sepertinya itu suara dari kamar sebelah, mungkin dek Olia masih nonton TV di youtube dan lupa mematikannya.” Begitu saya mencoba berbaik fikir dan kembali melanjutkan menulis. Meski hati saya mulai menangkap gelombang suasana yang berbeda, saya merasa ada yang ganjil dengan suara itu. Karena dari waktu ke waktu suara “ganjil” itu semakin terdengar keras disertai teriakan-teriakan aneh dalam bahasa Turki yang tidak saya tahu maknanya. Hingga akhirnya dengan gemataran saya memutuskan untuk menyibak selimut yang sudah tak pasang rapi dan beranjak mendekati jendela kamar apartemen yang berada di lantai pertama, saat menyibak tirai, saya betul-betul kaget luar biasa, jantung saya berdetak lebih keras dan cepat. Saya mendapati mata saya menyaksikan beberapa kamar apartemen yang berkelap-kelip seperti lampu “mbah dukun” dengan sinar lampu berwarna biru, orange, dan merah. Terus terang saya gemetaran karena saya fikir apakah itu sinyal pertanda ada bahaya, gempa, kebakaran dan sejenisnya, atau justeru ritual. Ah dasar keturunan Indonesia. Hehe. Nau’dzubillah…
Karena penasaran dengan kelap-kelip lampu dan khawatir ada orang yang melihat, saya memutuskan mematikan lampu kamar dan kembali membuka tirai jendela. Tapi suara “ganjil” itu menembus kaca kamar dengan kemampuan gelombang suara yang besar, sehingga saya benar-benar menjadi ketakutan. Meski dengan perasaan takut saya memutuskan untuk membuka jendela kamar dan memastikan suara apa itu sebenarnya, ketika jendela telah terbuka, angin masuk dengan kuat dan saya dapati suara yang semakin membesar dan membuat kaki saya betul-betul seperti lunglai “astaghfirullah, itu suara apa?” begitu saya bergumam dengan keadaan lemas sekali, karena suara “ganjil” itu disertai kelap-kelip dari lampu beberapa kamar apartemen yang hidup dan mati.
Saya tahu saya ketakutan malam itu, tapi kaki saya tidak berhenti untuk tidak berhenti penasaran. Akhirnya saya ikuti saja kemana kaki saya membawa, hati saya bilang “coba lihat dari jendela dapur evi, mungkin akan bisa membantu, apa itu sebenarnya.” Begitulah. Akhirnya dengan perasaan takut saya memenuhi rasa penasaran hati saya, bermaksud memastikan itu suara apa dari mengintip di jendela dapur. Begitu di dapur, saya mendapati Mb Wuri dan pasukan-pasukan kecilnya [anak beliau] ternyata sudah berkumpul di samping jendela dan memantau keadaan.
“Malam itu kami menjadi saksi bagaimana orang bergelombang, berbondong-bondong berkumpul di sisi ruas jalan belakang apartemen Blok E, yuzuncuyil. Kurang lebih pada pukul 01:30 tepat di sisi jalan yang berada di belakang apartemen mb Wuri. Saya dan mb Wuri termasuk putra-putri beliau yang masih kecil menyaksikan sendiri hiruk pikuk manusia yang datang dari berbagai arah apartemen sembari membawa alat-alat yang mereka pukul-pukul sehingga menimbulkan bunyi [mulai dari botol galon air minum, panci masak, botol dan sejenisnya],dari situ saya tahu dari mana suara “ganjil” itu muncul. Dengan gemetaran saya dan anak-anak mb Wuri saling menebak, apa yang kira-kira sedang terjadi.
Hampir 35 menitan lebih saya memperhatikan kerumunan itu, suara sangat gaduh dan bahkan saya katakan itu tidak sopan dan tidak tepo slira [emang Indonesia] karena mengganggu “ketenangan” tetangga yang sedang beristirahat. Kerumunan manusia yang semakin lama semakin membesar itu mulai berteriak-teriak seperti menyuarakan sebuah yel-yel. Saya berusaha menangkap makna dari yel-yel bahasa Turki itu, tapi sulit memahami. Akhirnya saya memutuskan memperhatikan dan berusaha menggambil foto dengan diam-diam dengan tangan gemetaran. [benar-benar penakut saya, hihi].
Puncak kegaduhan suara itu adalah, ketika tiba-tiba saya melihat kerumunan masa itu menyalakan sebuah api, dan rupanya mereka menerbangkan balon api berwarna merah. Persis seperti pelajaran teory Fisika ketika menerbangkan balon dengan api atau apa, entahlah saya kurang faham ilmunya. Yang saya tahu, balon gas berwarna merah itu melayang- layang di udara, karena memang ia berwarna merah menyala dan ukurannya seperti besarnya karung goni. Sehingga ketika terbang ke langit bola mata saya masih mampu menangkapnya. Hampir 45 menit saya berdiri menyaksikan kejadian malam itu. Fajar semakin dekat, dan kerumunan itu semakin memadati jalan di belakang apartemen. Saya faham, bola merah itu pasti sebagai tanda bahwa disanalah waktu start untuk memulai aksi.
Saya kembali memutuskan ke kamar, membuka google dan mengetik semua kemungkinan berita yang muncul malam itu. Tapi satu jam berkutat dengan google dan mengetik berita dengan kata kunci berita Ankara malam ini, berita update terbaru kota Ankara, yang saya ketik dalam bahasa Turki, dan berbagai kata kunci lainnya. Tapi tidak saya dapati kabar terbaru tentang peristiwa yang baru saja saya saksikan. Meski dari hasil pencarian google saya menemukan banyak berita-berita penting Ankara mulai dari UU Larangan menjual miras dari pukul 22:00-06:00 pagi dan UU larangan berciuman di depan umum yang baru-baru ini di sahkan oleh pemerintah Turki di bawah perdana Menteri Erdogan.
Saya betul-betul kaget, karena UU dimana Erdogan “menginginkan generasi masa depan yang terpelajar dan sadar, bukan generasi pemabuk dan lalai di siang dan malam” begitu yang ia inginkan ternyata menuai aksi protes berat dari berbagai kalangan remaja, termasuk aksi protes dengan menggelar aksi “bertindak bak animal” di tempat terbuka yang mereka gelar di stasiun Metro Kurtulus, Ankara beberapa pekan lalu. Naudzubillah.
Dari sana saya mencoba memahami, apakah ada hubungannya dengan aksi demo itu, karena UU itu disahkan kurang lebih beberapa pekan setelah akhirnya muncul kejadian yang saya alami malam itu. Sementara saya hanya bisa menebak-nebak bahwa protes itu tidak jauh-jauh dari apa yang mereka perjuangkan, yaitu adanya modus menggulingkan Erdogan dari pemerintahan. Serta ketidak sukaan terhadap Undang-undang yang tidak memberikan kebebasan terhadap apa yang menjadi tujuan mereka.
Saya mencoba berpindah membuka akun twitter dan mencoba membaca berita berbagai hastagh, antara lain dari hastagh Ankara saya menelusuri berbagai berita kicauan twitter yang kebanyakan dari remaja Turki, hingga akhirnya saya menemukan puluhan hastgh gezipark yang jumlahnya semakin memuluh. Saya pelajari beragam kicauan yang masuk, yang pada akhirnya menuntun saya menemukan berita tentang Aksi demo yang di gelar di Taksim, Isatanbul, tepatnya berlokasi di gezy Park. Dari sana saya mulai memahami bahwa demo Ankara adalah bagian dari aksi demo kasus Gezypark istanbul yang isunya bahwa pemerintah Erdogan akan menggantikannya menjadi sebuah pusat perbelanjaan.
Okelah, sementara malam itu saya mengakhiri analisis saya sampai disana. Dan kembali melanjutkan mengetik dalam keadaan di temani suara pukulan panci, ember, baskom, dan aneka ragam suara lainya yang sangat gaduh. Sementara masa mulai bergerak meningglkan pusat dimana mereka berkumpul dan meningglkan lokasi. Pukulan suara panci itu terus berlanjut hingga matahari pagi menjelang. Benar-benar sangat gaduh.
Sabtu siang, 1 Juni 2013
Pagi pukul 08:00 kedaan Yuzuncu Yil, sudah mulai tenang, tidak ada suara tetabuhan panci dan rekan-rekannya, pun juga suara seruan rombongan masa yang suaranya besar-besar itu. Mirip suara raksasa kisah mentimun emas. Hehe. Alhamdulillah suara tenang. Tapi kondisi itu tidak bertahan lama karena siang sekitar pukul 13:00 Waktu turki, serombongan masa dalam jumlah besar menyeruak kembali dan memenuhi jalanan Yuzuncu Yil, suara bergerak dan bergelombang dari berbagai arah, berputar-putar memenuhi langit.
Kali ini saya bisa mendengar apa yang sedang mereka teriakkan “Kemal Pasha Askerleriyiz” “Kami Pasukan kemal Pasha” plus kalimat “Turunkan Tayyip” yakni Tayyip Erdogan. Dari sini saya mengerti, bahwa tuntutan gezypark dengan isu yang akan dijadikan Taman berbeda dengan yel-yel yang mereka teriakkan “kami pasukan/tentara Kemal Pasha alias Atarturk.” Saya belum bisa berkomentar banyak selain menduga dengan yakin bahwa mereka berasal dari kelompok komunis yang tidak suka Islam. Secara sederhana apakah ada hubungannya penolakan gezypark dengan yel-yel yang mereka suarakan. Bukankah geypark itu merupakan sebuah isu lingkungan? Lalu mengapa mereka berteriak “Kami tentara Kemal Pasha” dan Turunkan Tayyip Erdogan? #ah saya benar-benar tidak mengerti bagaimana menganalisa politik.
Kejadian demo berlangsung hingga sekitar pukul 18:00 Waktu Turki, saya tidak begitu ingat jam berapa tepatnya. Yang pasti hari sabtu itu saya masih trauma dengan kejadian malam, meski sebenarnya saya penasaran dan tidak tahan untuk menahan diri tidak bergabung dalam masa yang lewat di belakang apartemen. Saya sungguh ingin bergabung dan berpura-pura bodoh dengan bertanya “ne oldu” alias apa yang sedang terjadi. Akan tetapi saya terpaksa harus mengurungkan niat, saya tahu saya masih ketakutan.
Akhirnya saya putuskan hari Sabtu itu dengan menulis, menelusuri berita, dan mengerjakan PR. Akan tetapi aksi masa yang hanya bisa saya intip dari balik jendela apartemen itu masih terus berlajut hingga malam, bahkan hingga Fajar sabtu menjelang. Dengan tingkat kegaduhan yang lebih besar. Saya benar-benar tidak bisa tidur. Bukan karena gaduh, tapi karena resah terhadap hati saya yang bertanya-tanya. “Saya ingin tahu, apa yang terngah terjadi di luar sana.”
Minggu, 2 Juni 2013
Pagi hari minggu suasana kota Ankara sayup-sayupnya mulai terjamah tenang pada pukul 08:00. Karena aksi demo yang tidak berhenti itu menembus fajar subuh kota Ankara. Meski saya tidak tahu persisnya seperti apa yang yang tengah terjadi di luar sana. Tapi dari suara semalam saya bisa menangkap bahwa polisi sepertinya menembakkan tembakan gas, seperti yang diberitakan di beberapa media Turki yang saya browsing. Karena malam itu telinga saya menangkap suara yang mirip tembakan.
Siang minggu itu saya gelisah. Betapa tidak. Mengingat peristiwa yang baru beberapa hitungan jam lalu berselang, di luar sana ratusan masa yang jumlah panjang dan mungkin mencapai mendekati itu berbondong-bondong memenuhi pusat-pusat jalan tertentu yang menjadi basis tempat mereka melakukan aksi. Sementara saya hanya berani menangkap suaranya. Sebenarnya saya tidak tahan untuk berlari keluar meski hanya sekedar menangkap foto ketika itu.
Tapi minggu itu, hingga pukul 15:00 sore saya tidak menemukan tanda-tanda akan ada demo di Yuzuncuyil. Baiklah. Akhirnya saya memutuskan untuk keluar dari rumah untuk sekedar melihat kondisi jalan, bermaksud mengisi ulang pulsa di sebuah swalayan terdekat sekaligus membelikan pesanan beberapa kotak Susu untuk anak-anak Mb Wuri.
Sore itu saya keluar rumah. Suasana Ankara khususnya Yuzuncu Yil sudah tenang. saya menyusuri jalan dan tidak menemukan tanda-tanda apa pun. Pertanda tidak ada kerusuhan semalam. Begitu fikir saya. Karena tidak menemukan tanda-tanda apapun akhirnya saya memutuskan pura-pura duduk dan menunggu otobus di sebuah durak. Di sana ada beberapa orang yang tengah menunggu, akhirnya saya tanya pada salah satu gadis turki berjilbab, yang ternyata adalah mahasiswa ODTU, dari penjelasan yang ia beri bahwa kasus itu terkait Gezypark [taman dengan tetumbuhan yang rimbun] yang akan dijadikan swalayan oleh pemerintah Turki, kemudian mereka melakukan aksi dengan menggelar kamp di sana, sehingga membuat polisi harus bertindak agar mereka meningglakn lokasi, akan tetapi mereka menolak, sehingga terjadilah aksi dianatara polisi dan keduanya. Meski terjadi khilaf di sini [saya kurang faham] akan tetapi gadis turki itu saat ku tanya apakah karena Gezypark sehingga bisa menyebabkan aksi sedemikian besar? Dia mengatakan bahwa, sebenarnya bukan soal Geypark. Ada kepentingan lain yang dia tidak sebutkan.
Hampir 20 menit saya duduk di durak. Hingga otobus datang. Akhirnya saya memutuskan naik otobus paralel alias berbayar itu menuju kizilay. Niat saya satu, ingin memotret bekas-bekas kejadian demo, dan untung-untung saya bisa menemukan tulisan-tulisan yang menjadi tuntutan mereka. Baru saja sampai simpang otobus bergerak, keadaan otobus ramai oleh beberapa gerombolan dengan menggunakan syal berlogo tertentu. saya mulai deg-degan, sepertinya mereka akan menggelar aksi demo. “Ah, tenang saja, bukankah mereka menggelar aksi demo secara damai?” Begitu fikirku. Buktinya saya tidak menemukan bekas apa-apa di sekitar Yuzuncu yil. Saya berusaha berpositif thinking.
Otobus terus bergerak menuju kizilay. Akan tetapi suasana mulai tegang saat sopir berhenti dan mengumumkan bahwa jalur menuju kizilay di tutup. “ASLI” pasti demo sedang berlangsung, saya yakin sekali. Meski begitu saya tidak berniat untuk turun dari mobil. Yang ada difikiran saat itu adalah menuju kizilay dan ingin mengambil 1-2 gambar saja apa yang sebenarnya tengah terjadi. Sementara rombongan yang sepertinya akan bergabung dengan aksi demo itu turun dan meneruskan dengan mengambil jalur yang berbeda. Saya beberapa kali menginformasikan pada sopir, bahwa saya akan menuju Kizilay. Pak sopir berulangkali menjawab bahwa otobus akan menuju kizilay. “Aneh, lalu mengapa ia mengatakan bahwa jalur kizilay di tutup?”
Sesampai di daerah persimpangan kurtulus otobus berhenti. Dan pak sopir kembali mengumumkan bahwa tujuan kizilay hanya sampai jalur itu. Dengan perasaan campu aduk, takut penasaran akhirnya mau tak mau pun saya ikut turun, dan akhirnya jalan kaki seorang diri menuju pusat kota. Tujuan saya sama melihat kondisi bekas demo. Sykurlah saya pernah kesasar di daerah kurtulus, sehingga saya tidak lupa jalur jalan kaki dari Kurtulus menuju kizilay. Dasar saya orang aneh. Yah, saya tidak punya pilihan selain menuju kezilay. Karena jalur transportasi yang tak fahami adalah dari kizilay.
Setelah beberap menit perjalanan suasana langit mulai berubah, mata saya serasa pedih meski sudah menggunakan kaca mata. Angin bertiup kencang seperi akan hujan lebat. Tapi tiupannya lebih tepat seperti Singa yang sedang mengamuk di hutan karena di ganggu tidurnya. Anginnya begitu kencang, dan mata saya pedih sekali. Langit Kizilay di penuhi suara tembakan. Dan kegaduhan percis yang saya dengar selama 2 malam ini. BENAR. Masa bergerak dan berpindah menuju pusat perbelanjaan kota Ankara. Kizilay.
saya terus bergerak ingin melihat lebih dekat. Meski saya temukan sebenarnya saya menggigil karena belum sempat mendekati masa mata saya disambut pecahan-pecahan kaca yang berserakan dijalanan, sejumlah fasilitas reklam dan durak tempat menunggu otobus rusak total di sepanjang jalan menuju pusat kizilay. Terlihat bekas di bakar. Ah…kalau begini mah namanya brutal. Dalam hati saya. Toko-toko tutup dan suara langit dipenuhi gaduh suara panci dipukul. Suaranya gaduh dan bising sekali. Terlebih tembakakan gas ke udara dari polisi yang berusaha membubarkan masa, membuat saya “mengkapokkan” diri sendiri. Dengan bahasa lain “mencari perkoro.”
Di tengah masa yang suaranya yang membuat kepala saya pusing plus akibat tembakan gas, saya menyempatkan diri menontot pemain musik jalanan dari sebuah negara, saya lupa nama negaranya. Mereka bermain musik beberapa kilo meter dari masa yang melakukan aksi demo. Tetap mencari rezeki di tengah aksi demo. Pemain musik jalanan yang bagus sekali. Suaranya membuatku sedikit merasa tenang. Mirip suara angklung di sawah. Setelah tenang aku terus bergerak menyusuri jalan menuju kerumunan dari atas tangga penyeberangan. Ikut berdesakan bersama warga turki lainnya yang tengah menyaksikan beberapa meter dari lokasi. Dari sana saya mencoba bertanya apa yang menyebabkan demo itu. Masih dengan alasan yang sama seperti berita yang di sebar di youtube, bahwa karena kasus Gezypark. “Apakah hanya karena Gezyparky sampe semarah ini.” Begitu saya bertanya, tapi mereka tidak menjawab.
saya bertanya hampir kepada 12 orang warga Turkey, 7 diantaranya memberikan jawaban yang sama tentang kasus Gezy Park, dan 2 dianataranya menyatakan bahwa gezypark hanya sebatas isu yang belum disahkan dan sengaja dibesar-besarkan, sementara satu diantaranya tidak setuju dengan adanya aksi demo yang brutal dan merusak fasilitas, mencoret-coret toko dengan menghina pemimpin dengan kalimat-kalimat yang kotor, yah persis kalimat Kotor yang saya tanyakan dengan hocam di paragaraf pembuka tulisan saya. 1 diantaranya mengatakan bahwa itu bukanlah demo, hanya keramaian saja. Dan satu diantaranya yang membuat saya “tersenyum geli” adalah dia mengatakan bahwa itu adalah sebuah “toplanti” alias sebuah pertemuan. Hihi…pertemuan kok tembak-tembakan, yah aku tahu, mereka ingin menenangkan karena saya seorang mahasiswa asing. Dia bilang “toplanti” itu hanya pertemuan saja. Besok juga usai.”
Meski dengan rasa takut dan menggigil saya tidak mendengarkan nasehat seorang gadis yang sepertinya masih SMA yang mengatakan “su tarafa gitme.” Jangan pergi ke arah sana. saya hanya mengagguk dan mengatakan bahwa saya hanya ingin turun dari tangga dan melihat dari tangga bawah. Setelah berhasil turun saya terus berjalan menuju kerumunan, dengan mata yang pedih dan mulai berair.
Saya tahu ini beresiko, tapi saya benar-benar ingin tahu, apakah mungkin ada peserta yang berjilbab? Tapi ketika sampai di sana, saya tidak mendapati apa yang saya cari, melainkan beberapa pengunjung yang spertinya juga terjebak seperti saya, bermaksud ke Kizilay untuk berbelanja dan ternyata ada aksi demo. Yah, saya dapati saya seorang diri -yang berdiri di tengah-tengah kerumunan aksi demo yang jumlahnya nyaris memenuhi titik pusat Ankara-yang mengenakan jilbab dan bermodel sangat longgar plus berwajah asing. Beberapa peserta demo memandang saya aneh. Meski saya sudah ketakutan sebenarnya.
Saya kembali lupa dan tidak memperhatikan keadaan sekitar, dimana teriakan dan aksi yang tidak bisa saya lihat lebih dekat. Tapi saya bisa pastikan bahwa peserta demo bermain “brutal” dengan bukti kaca-kaca fasilitas umum yang pecah dan habis di sepanjang jalan. Saya ingin menerobos masuk dan berada diantara tengah kerumunan. Tapi berhubung mata saya pedih sekali sehingga tidak bisa melihat dengan baik saya memutuskan berdiri di barisan alun-alun belakang bersama beberapa peserta demo lainnya. Mereka hanya bilang padaku bahwa di sisi sana Tehlikeli, alias berbahaya.
Saya berpindah posisi mencari apakah ada yang membawa selebaran dan tulisan. Sayang sekali saya tidak mendapati. Saya hanya merasa ganjil jika isu lingkungan yang dijadikan pijakan dalam “berdemo” mengapa saya tidak menemukan barang sedikitpun, tulisan semisal “lindungi hutan kami,” atau semacam “Oksigen sudah habis,” dan semacamnya, yang ada hanyalah kalimat-kalimat kotor yang ditujukan pada Tayyip Erdogan yang artinya sangat kotor dan jelak. Setelah cukup lama memperhatikan dan memotret kejadian dengan keadaan gemetar saya memutuskan pulang, karena takut dengan iring-iringan pemuda turkey yang berwajah sangar dan memandang aneh. Sementara malam sudah beranjak. Yah, saya baru sadar bahwa saya harus segara pulang.
saya berlari mengejar otobus menuju Yuzuncuyil, sayang sekali saya salah naik otobus dan terpaksa harus berputar cukup lama. Hingga akhirnya tidak saya dapati otobus menuju terminal ASTI terlebih otobus menuju Yuzuncuyil. Sayang sekali, saya tidak mendapati otobus. Hari semakin gelap dan kondisi langit semakin kacau. Angin langit bertiup kuat, mirip sekali seperti raksasa yang sedang marah. saya sendiri sudah meradang-radang ingin menangis bagaimana kalau saya tidak mendapatkan kendaraan pulang? Hari semakin gelap, dan tidak mungkin saya naik taksi. Bisa habis uang beasiswa satu bulan untuk jarak tempuh dari Kizilay ke Yuzuncuyil.
saya berlari menuju tren metro bawah tanah, dan hati saya dibuat gemetaran karena jalur menuju terminal utama ASTI di tutup. Aksi Demo dari titik yang berbeda bergerak dari Cankaya menuju Yuzuncuyil. Saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan sore itu. saya terus berjalan dan bertanya dengan orang-orang disekitar. Sampai akhirnya ada seorang Bapak-bapak yang mengantarkan berjalan dari Kizilay menuju kurtulus. Hampir 35 menit saya dan beliau berjalan. Bapak itu berusia sekitar 47 tahun. Sepertinya dia memahamami ketakutan saya dan mengantarkan menemukan bis. Kami mondar-mandir dari satu durak ke durak lainnya. Tapi tidak ada satu pun otobus menuju Yuzuncuyil, sampai akhirnya kami menemukan Dolmus [semacam mobil angkot] yang masih beroperasi menuju Yuzuncu yil. Bahkan ia yang membayarkan ongkos mobil, saya sudah menolak, Tapi beliau memaksa. Baik sekali, sampai memastikan bahwa saya sudah berada di dalam dolmus dengan baik dan aman.
Oh subhanallah Bapak yang baik hati. Mahmud Bey namanya. Saat saya tanya apa menurutnya tentang demo yang ada beliau menjawab, “silahkan berdemo, tapi dengan cara yang baik, tidak merusak, dan tidak mengutuk dengan kalimat serapah dan kotor, apakah mereka tidak melihat, pemerintah telah bekerja keras membangun turkey, membangun Ankara, hingga Turkey menjadi kota yang begitu berkembang dan bagus sekali perekonomiannya. Mengapa mereka tidak bisa menyampaikan dengan cara yang baik.” Begitu ungkapnya.
Ah Bapak yang mulia dan baik hati, semoga suatu saat saya bisa bertemu dengan Bapak, meski hanya untuk mengulang ucapan “Terimakasih” atas bantuan dan ketulusannya untuk yang ketiga kalinya. Yah saya tahu…Demo itu tidak hanya sekedar TOPLANTI yang duduk membahas dengan cara yang baik, tapi merupakan aksi brutal yang justeru mendatangkan kerugian. Wa’llahu’alam bishhawwab.
Ankara, 5 Juni 2013
No comments:
Post a Comment