Reminder

"Beri aku pelajaran TERSULIT, aku akan BELAJAR" Maryamah Karpov

Wajahku sujud kepada Allah yang menciptakannya, dan yang membuka pendengaran dan penglihatannya

Dengan daya dan kekuatan dari-Nya, maka Maha Suci Allah, Sebaik-baik pencipta

(Tilawah Sajadah)

Wednesday, August 8, 2012

Wisata dari “si Rambut Putih”



            Pasar busuk dan bauk penguk apa lagi di musim Ramadhan adalah besar kemungkinan mual dan “menggerahkan” bagi sebagian high lifestyle class. Oke itu wajar dan boleh, saya juga dulu pernah begitu. Merasa jijik dan gengsi untuk memasuki kawasan pasar tradsional super jorok di sudut Kota Jambi itu. Selain bauknya penguk luar biasa di tambah akan banyak sekali peminta-minta berjubelan di sana. Ah…alangkah buruknya hatiku.
            Pasar Tradisional Angso Duo Jambi, adalah pasar tempat hati belajar, melihat anak-anak usia 5-12 tahun jualan kantong asoy seharga 500 rupiah, padahal mereka masih sangat kecil untuk menghadapi itu semua, melihat nenek tua berambut putih bungkuk mengumpulkan cabai busuk di pilih-pilih yang bagus dan di jual kembali, melihat kakek tua nan bungkuk menarik gerobak besar berisi berkarung-karung beras, jalannya miring-miring, ototnya keluar-keluar, dan keringatnya, banjir basah. Pun melihat pengemis tua duduk di sudut comberan di samping tong sampah besar yang tak kalah busuk baunya, melihat ibuk tua jualan bedak-bedak yang bisa jadi sudah berapa umur bedaknya (kadaluarsa) duduk terkantuk-kantuk menanti pembeli, juga ada laki-laki muda yang memotong-motong daging sapi dan terpaksa rela terkena comberan yang menggenang di sampingnya, mengabaikan rambutnya pun badannya sendiri. Di sana juga bisa melihat yang orang bilang si kaki buntung merayap-rayap di atas tanah basah yang anyir bauknya, mengais belas kasih dari pengunjung yang juga tak kalah sengit.
            Di sana tidak hanya cerita tentang orang kelas bawah, tidak hanya cerita tentang bau busuknya comberan angso duo, tidak juga hanya tentang kakek tua bungkuk yang terhuyung-huyung menarik gerobak. Di sana tempat hati banyak belajar hal-hal yang “menderus air mata” bagaimana melmbutkan hati yang keras dan jiwa yang kasar. inilah kehidupan yang sesungguhnya. Dari sana diriku, secara pribadi belajar bagaimana menghargai hidup, bagaimana menghargai hidup, dan bagaimana “bentuk dari syukur” itu sendiri.

Evi Marlina
19 Ramadhan 1433 H

No comments: