Bismillahirrahmanirrakhiim.
Pukul 21:54 waktu Ankara. Tiks toks...
Kamar tenang dan sepi, meski dua, tiga teman-teman asrama masih ada yang rutin berkunjung ke kamar. Mengucapkan doa, menyalami, melihat foto-foto pernikahan atau terkadang memaksaku untuk bercerita bagaimana kisah "kami" bisa bertemu. Maha Besar Allah, entahlah dari mana teman-teman asrama, kampus dan bahkan hampir seluruh dosen-dosen di jurusan mengetahui tentang kabar pernikahan yang "kami" laksanakan di tanah air yang jaraknya jauh bermil-mil ini. Segala puji hanya bagi Mu ya Rabb, yang telah menggenapkan amanah padaku untuk beribadah pada Mu dengan sepenuh tunduk. Belajar dalam ketaatan pada-Mu, Rasul Mu dan Suami yang kini Engkau karuniakan padaku.
Ada rinai getar yang tidak bisa aku nyatakan dengan baris kata di ruang ini. Jariku tertahan untuk menghimpun baris hurufnya. Hati yang bergelombang dan mata yang gerimis dalam bahasa sujud penuh kesyukuran melebur satu luruh pada Mu. Sebuah amanah baru yang kini bersemayam dipundak, hati, fikir, jiwa dan segala tindak dan langkah. Amanah dalam menyempurnakan agama, amanah dalam ikatan dan baris koridor ketaatan pada suami. Ialah sosok yang Allah ridhakan dalam ikatan yang kokoh, ikatan suci yang Engkau amanahkan kepada "kami" dalam pondasi sunnah Rasul Mu, pernikahan. Sungguh ridha suami ialah kunci meraih surga-Mu. Maka dalam tulisan yang menggunung, menggemuruh syukur pada hati dan fikir ini kupasrahkan segala jiwa dan raga, bimbinglah diri ini dalam ketaatan sebagai seorang muslimah, sebagai seorang anak dan kini sebagai seorang istri.
# #
# #
"Kunci surga dan nerakamu ada pada suamimu istriku."
Aku tengah duduk menikmati aroma mukena berenda biru langit, hadiah pemberian dari suami. Syukur yang tiada terkira, sepanjang usia aku belum pernah memiliki mukena seistimewa yang ada ditanganku. Mukena yang aku kenakan selama ini adalah mukena yang secara turun temurun pemberian dari Mbakku yang tertua. Bukan enggan membeli, namun sudah berazzam, kelak kalau Allah izinkan dalam takdir aku ingin merajut shalat dengan memakai mukena hadiah dari suami. Dan mukena berenda biru langit itu menjadi sangat istimewa (baca. bukan mahar). Tidak hentinya aku memakai dan mematutnya berkali-kali di depan cermin.
"Kunci surga dan nerakamu ada pada suamimu kekasihku."
Suara itu kembali berpendar dilangit-langit telingaku. Aku berhenti meluruskan mukena yang mencong di wajah. Membalikkan tubuh, memandang dan mengulurkan senyum hijau desa pada sosok wajah bermata teduh yang ikhlas senyumnya selalu membuat mata dan hatiku basah dalam syukur. Aku duduk dengan manja, menepi disisi kanannya, menyenderkan kepalaku.
"Injeh Masku." Jawabku dengan pelan, polos dan seadanya. Memandang pada kedalaman matanya yang tentram, mengandung semesta makna.
"Satu hal yang saya sangat berhati-hati darimu adalah auratmu Dek." Suara yang tenang mengguyur, menyentak dan menyejukkan qalbu. Dalam diam bermilyar bahasa aku meraih tangan hangat itu, merebahkan pipi kanan ditelapaknya. Mataku basah, bak kata sepuncak syukur uhud yang tak sepatah pun mampu aku sampaikan.
"Surga dan nerakamu adalah tanggung jawab saya sebagai suamimu. Maka jagalah auratmu dengan sebaik-baiknya, agar Allah menjaga dan kelak semoga Allah himpunkan kita di surga-Nya."
Malam itu hati saya hujan menggerimis, tertatih menyudut sunyi dalam sajadah syukur dan gelombang cinta yang memenuhi seluruh hati dan ruang jiwa ragaku. Jazakallah ya suamiku, kekasih jiwa dan raga. In sha Allah engkaulah surga dunia dan akhiratku. Bimbinglah aku menuju dan meraih surga Haqiqi-Nya, bersamamu. Bismillahi tawakkaltu alallah..
Sakura RT, Ankara 7 Maret 2015
1 comment:
ikut gerimis mba yu, semoga Allah terus menurunkan berkah di keluarga kita :)
Post a Comment