Oleh : Evi Marlina
(seorang istri & Master Candidate of Educational Psychology, Ankara University - Turkey)
Muslimah dan Pendidikan Sepanjang Hayat
Dua kata ini memiliki kekuatan magnet yang mampu menyuntikkan energi harapan, mengubah haluan, mengokohkan peradaban, dan cita-cita sebuah keluarga, masyarakat pun yang lebih besar dan luas dari itu adalah negara. Muslimah dengan perannya sebagai keran pembuka kunci madrasah kehidupan bagi anak-anak, keluarga dan masyarakat disekelilingnya memiliki fungsi dan kedudukan yang signifikan dalam mendorong, menginspirasi, memberikan gagasan serta kiprah amalnya di tengah lautan dinamika masyarakat. Muslimah dengan karakter keibuan dan fitrahnya sebagai ibu mampu memainkan peran sebagai cahaya pelita berbagai problematika kehidupan.
Predikat sebagai muslimah adalah predikat sekaligus prestasi besar yang melekat pada seorang wanita muslim. Dalam predikat ini melekat nilai-nilai, aturan, akhlak, dan semua keindahan perilaku yang terbingkai dengan gelarnya sebagai muslimah. Menjadikan seorang muslimah mulia dan bermartabat. Menjadi kunci dan senjata utama bagi muslimah dalam mengontrol tutur kata, pemikiran, tulisan, tingkah laku dan pada semua aspek kehidupannya. Demikianlah Allah dan Islam telah menempatkan kedudukan wanita muslim. Mengangkat pada derajat yang membuatnya menjadi tinggi dan mulia. Maka terlahir menjadi muslimah adalah prestasi yang tidak ternilai sebagai bekal mengarungi perubahan arus zaman.
Muslimah serta peran yang melekat padanya sebagai madrasah bagi keluarga dan masyarakat membutuhkan instrument perangkat yang akan membantunya menjalankan fungsi mulia tersebut. Islam secara nyata telah memberikan panduan berupa Al-Qur’an dan Hadits yang akan menuntunnya menjalankan peran-peran besar. Salah satu perangkat yang harus digunakan untuk memperoleh dan menyempurnakan kapasitas pemahaman adalah dengan melakukan tholabul ‘ilmi. Menggali dan memperdalam keilmuan yang akan mengangkat derajatnya pada hakikat kemuliaan yang haqiqi. Menggali ilmu agama sebagai bekal dasar yang akan membuatnya kokoh dalam proses menggali ilmu Allah yang jumlahnya tanpa batas, sesuai dengan bidang ilmu yang ia gemari; pendidikan, keagamaan, ketrampilan, olahraga, konseling, kedokteran, kewirausahaan, teknologi, psikologi, filsafat, sastra, komunikasi, ekonomi, astronomi dan lain sebagainya. Lebih jauh lagi dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Dr. Stoet, kesimpulan penemuan penelitiannya mendukung gagasan bahwa rata-rata kaum wanita memiliki kemampuan multi-tasking lebih baik dari kaum laki-laki dalam beberapa tipe multi-tasking (Stoet, Gijsbert. 2013). Tentu saja wanita dengan kemampuan multi-tasking yang ada pada dirinya ini merupakan karunia Allah yang menjadi nilai tambah keunggulan istimewa bagi muslimah dalam mengakselerasi kapasitas intelektual/ tholabul ilmi.
Semakin dalam ilmu yang ia gali akan semakin besar pula kesempatan baginya menjadi guru-guru besar bagi keluarganya, bagi anak-anaknya, dan bagi masyarakat disekelilingnya. Semakin tajam dan luas pengetahuan yang ia miliki semakin besar pula kesempatan baginya menjadi referensi dan rujukan masyarakat dalam menyelesaikan persoalan yang muncul di tengah masyarakat luas. Menjadi obat penawar dan solusi kreatif dengan keilmuan yang ia miliki. Lebih jauh dari fungsi itu, semakin kokoh pulalah peran muslimah menjadi pondasi dan guru-guru bagi lingkungnnya.
Derasnya gelombang arus perubahan zaman menuntut muslimah mengambil peran lebih besar dalam tataran global. Kehidupan masyarakat yang ada disekelilingnya merupakan sebuah universitas alam raya dengan corak dan karakter tantangan yang berbeda. Beragam keadaan secara tidak langsung telah mendidik muslimah dalam mengimplementasikan keilmuan ibadah praktis yang lebih luas dan umum. Kehidupan masyarakat menjadi sumber-sumber ladang ilmu bagi muslimah dalam kajian praktis menghadapi tantangan perbedaan lintas budaya, agama, ras, suku, bahasa, adat kebiasaan mau pun keyakinan terhadap Tuhan. Tantangan ini menjadi berlapis-lapis paket ilmu bagi muslimah dengan panduan pemahaman yang baik terhadap fungsinya sebagai pemegang predikat muslimah. Bagaimana ia berupaya mengimplementasikan perannya di tengah-tengah universitas alam raya. Sebagai dirinya sendiri, sebagai istri, sebagai ibu, sebagai masyarakat, sebagai pendidik atau sebagai pemimpin dan penggerak ditengah lingkungannya. Rasulullah bersabda: “Wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan akan dimintai pertanggungjawabannya tentang yang dipimpinnya.”
Pendidikan sepanjang hayat menjadi sebuah tuntutan yang harus dipenuhi guna mempersiapkan generasi-generasi yang siap menghadapi ketidakpastian masa depan dengan segala tantangannya. Predikat sebagai muslimah dengan bekal pemahaman agama yang baik, kokoh dan matang menjadi akar pondasi utama muslimah untuk berperan di kancah peradaban umat, sehingga pendidikan sepanjang hayat bisa menjadi jembatan baginya menjadi professor ditengah-tengah keluargannya. Professor yang akan melahirkan anak-anak dengan pemahaman agama yang kuat dan baik, professor atau pun guru-guru yang akan membangun masyarakat yang berilmu dan berakhlakul karimah. Masyarakat yang akan menjadi pilar-pilar cahaya bagi terwujudnya bangsa yang bermartabat, unggul dalam akhlak dan ilmu pengetahuan. Dikatakan dalam sebuah syair Arab yang populer “Al-ummu madrastul ula, iza a’dadtaha a’dadtha sya’ban thayyibal a’raq,” Ibu adalah madrasah utama, bila engkau mempersiapkannya, maka engkau telah mempersiapkan generasi terbaik.” Wallahu ‘alam bishawwab.
di tulis pada sebuah musim gugur
Ankara - Turkey, 19 November 2015
Di terbitkan pada 21 Desember 2015 menjemput hari Ibu
Di terbitkan pada 21 Desember 2015 menjemput hari Ibu
No comments:
Post a Comment