Reminder

"Beri aku pelajaran TERSULIT, aku akan BELAJAR" Maryamah Karpov

Wajahku sujud kepada Allah yang menciptakannya, dan yang membuka pendengaran dan penglihatannya

Dengan daya dan kekuatan dari-Nya, maka Maha Suci Allah, Sebaik-baik pencipta

(Tilawah Sajadah)

Thursday, April 9, 2015

Belajar dari remaja Perancis "I don't have phone"

Belajar dari remaja Perancis 

"I don't have a phone"
-----------------------------
France, 19 Februari 2015

Keputusan final saya memutuskan untuk transfer maskapai. Meminta kompensasi atas penundaan penerbangan dari maskapai Air France, meminta transfer via Turkish Airlines setelah beradu lobi dengan petugas bandara di transit area berjam-jam. Itu artinya harus kembali mengurus pengambilan bagasi dan memindahkannya ke terminal yang berbeda. Tidak terbayangkan sebelumnya, akan memliki history penerbangan dengan jadwal penundaan yang tidak menentu selama dua hari. Juga tidak menyangka jika pada akhirnya lobi visa disetujui oleh petugas kepolisian airport, sekali lagi juga setelah proses negosiasi panjang yang melelahkan. Allah sumber pertolongan. ##

Pagi itu dengan cuaca yang sebenarnya mendung maskapai THY tetap melanjutkan penerbangan dengan tujuan Istanbul. Alhamdulıllah, legalah hati -setelah urusan panjang yang menguras seluruh energi selama dua hari dua malam non stop di transit area. Saya memilih duduk di samping lorong agar memudahkan untuk urusan ini dan itu. Menyandarkan segala penat dan memulai menikmati keripik tempe yang saya bawa dari Indonesia. Ngemil seorang diri makanan nomor TOP tanah air rasanya terasa sedang di surga kuliner Indonesia, hee..maklum makanan Indonesia memang super langka.
Di kursi tengah adalah seorang backpacker dari Malaysia. Habil namanya. Seorang remaja yang juga bertujuan mengadakan travelling ke Istanbul. Anak yang baik dan telah banyak membantu kesulitan saya selama pengurusan visa dan bagasi ketika transit. Tengah liburan universitas katanya. Sementara di sisi dekat jendela adalah seorang remaja tanggung berkebangsaan Perancis. Saya menawarkan cemilan tempe goreng kepada mereka. "No thank." Jawab remaja Perancis pada awalnya. "This is traditional food of Indonesia, just try." Jawab saya menjelaskan. Dan benar saja, ia yang pada akhirnya menghabiskan makanan khas favorit saya itu. grin emoticon

Kami sharing cukup lama, meski pada awalnya saya lebih banyak menyimak dan sesekali menambahkan, karena kelelahan dan kantuk yang hebat. Hingga sampailah pada percakapan yang menghilangkan semua rasa kantuk saya.
Habil : What kind of the game that you like? 
(memegang handphone memainkan sebuah game)
Qabil : (Nama remaja perancis itu) sorry, I don't have phone.
I don't know what kind of.
Saya menoleh. Tertarik mendengar jawaban remaja itu.
Habil : What? Are you serious? Don't you need it?
Qabil : No I think phone is too expensive for me. Because I am a student.

Percakapan kami menjadi berlanjut panjang. Habil juga menjadi tampak heran. Bagaimana mungkin seorang remaja parlente dengan sebuah kamera yang tentu saja bukan barang ala kadar mengatakan bahwa handphone adalah barang yang sangat mahal baginya.
Saya : Qabil, mengapa kamu tidak ingin memiliki handphone? 
Qabil : Di sekolah kami tidak diperbolehkan memiliki handphone. 
Saya : Apakah kamu tinggal di dormitory sekolah? Bagaimana kamu berkomunikasi dengan orang tuamu?
Qabil : Yes, Sister. Selama ini saya hanya memakai FB melalui jaringan internet yang disedıakan dı sekolah. Sekolah menyediakan komputer. 
Saya : Apakah kamu tidak ingin memiliki handphone seperti remaja pada umumnya?

Qabil : Menjawab dengan senyum yang ramah. No sister, saat ini saya belum memerlukan handphone. Komputer sekolah cukup membantu saya berkomunıkası dengan keluarga dan teman-teman. Handphone bagi usia kami adalah barang yang sangat mahal, namun ia mampu menyita banyak waktu dan energi fikiran kami. Selain itu sekolah juga tidak memberikan izin, dan saat ini bagi usia saya juga belum membutuhkan handphone.

Habil : Bagaimana kamu mengabadikan setiap momen?
Qabil : Kamera ini (menunjukkan kamera digital besar ditangannya) cukup untuk merekam jejak perjalanan dan semua momen tanpa harus menguras fıkıran dan kosentrasi pada handphone.

Saya : Bukankah kamera ıtu benda mahal?
Qabil : Agree sister. I tried so hardly to buy it.
Saya : Hebat! Apa saja yang kamu lakukan selama di sekolah? Apakah kamu suka membuat riset project?
Qabil : iya, kami suka membuat project-project penelitian di sekolah. Dan ıtu sangat positif untuk mengısı dan menghabiskan waktu kami.
Saya : You did something great!

Pesawat terus melaju. Qabil mengajarkan kami beberapa ungkapan singkat dalam bahasa Perancis. Kami bertiga belajar bahasa dalam penerbangan menuju Istanbul. France, au revoir!
Saya : Fikiran jauh terbang mengingat pada kebanyakan adik-adik remaja di tanah air. Hampir semua memiliki handphone ternama dan termahal. Bahkan ada yang rela mogok tidak berangkat ke sekolah, mengorbankan jam belajar, mengabaikan kesehatan fikiran dan emosinya, melupakan kebaikan dan keletihan kedua orang tua. Hanya karena tuntutan agar dibelıkan handphone yang juga harus begını dan begını.

Perancis. Kurang apalah dengan remaja bernama Qabil ini. Yang jam terbang liburannya adalah international flight sekelas maskapai Turkish Airlines. Yang ditangannya bergelantung kamera yang bukan kelas harga biasa. Mengadakan perjalanan seorang diri tanpa handphone. Saya yakin bukan karena handphone adalah benda mahal. Tentu saja kalau mau ıa pasti akan membelinya. Bukan karena tentang harga. Namun lebih karena kemampuan dan kecerdasannya menggunakan "skala prioritas" adalah hal yang menjadi catatan berharga.
Penting namun tidak mendesak
Tidak penting namun mendesak
Penting dan mendesak
Tidak penting dan tidak mendesak

Terimakasih banyak Qabil. Je suis indonésien.
Ket: Qabil adalah seorang remaja kelas dua setingkat SLTA.

Sakura RT
Ankara, 9 April 2015

2 comments:

ade imam surya said...

Wow really?
Hebat tuh ank. Menginspirasi...

Unknown said...

Ya ampuuunn... seriously ada remaja seperti itu? angkat topi! Hebat sekali. Dia punya tujuan hidup yang jelas dan mengabaikan semua ha yang ia rasa tidak begitu penting.